GridPop.ID – Saat meretakan leher hingga berbunyi ‘krek’ kita pasti akan merasa lega dan badan terasa sangat ringan.
Namun, siapa sangka ternyata kegiatan yang hampir setiap hari kita lakukan ini ternyata berbahaya.
Seperti yang dialami oleh seorang paramedis di Inggris, Natalie Kunicki. Ia meretakkan lehernya untuk melakukan peregangan bersama temannya saat menonton film di tempat tidur.
Namun, kebiasaan yang sering dilakukan Kunicki itu berubah menjadi petaka pada malam 4 Maret 2019 lalu.
Pasalnya, 15 menit setelah meretakkan lehernya, ia ke kamar mandi kemudian mendadak perempuan itu tak dapat menggerakan kakinya.
Dia kemudian dilarikan ke rumah Sakit Univerity College London (UCL). Di sana, dokter menemukan bahwa retakan leher Kunicki pada malam itu telah merusak arteri vertebralisnya.
Arteri vertebralis adalah salah satu arteri utama di leher. Akibat retakkan leher "sederhana" itu, tercipta gumpalan darah yang memicu stroke dan menyebabkan kelumpuhan di tubuh bagian kiri Kunicki.
Menurut John Hopkins Medicine, ketika seseorang meretakkan leher, punggung, atau jari mereka, bunyi itu berasal dari "gelembung" nitrogen di dalam kapsul yang melindungi persendian atau ligamen saat mereka meregangkan dan membenturkan kembali ke tempatnya.
Pada kebanyakan kasus, kebiasaan ini tidak berbahaya. Namun jika bunyi itu dirasakan oleh rasa sakit atau bengkak, bisa jadi ada indikasi cedera dan perlu perhatian medis.
Dr Robert Glatter, dokter darurat di Lenox Hill Hospital, New York City menyebut bahwa secara umum retakkan leher perlu dihindari karena bisa menyebabkan pecahnya dinding pembuluh darah kritis yang memasok darah ke otak.
"Robekan di dinding pembuluh darah dapat menyebabkan stroke jika gumpalan darah terbentuk di lokasi cedera, dan kemudian pecah dan memnlokir aliran darah ke otak," ungkap Glatter dikutip dari Live Science, Jumat (19/04/2019).
Tak hanya itu, menurut Glatter, meretakkan leher juga dapat merusak saraf, ligamen, dan tulang.
Dalam kasus Kunicki, dia bahkan tidak berusaha untuk meretakkan lehernya.
"Saya baru saja bergerak, dan itu (bunyi krek) terjadi," katanya kepada situs berita Inggris Unilad.
Ahli bedah Kunicki mampu memperbaiki arteri yang rusak, meskipun mereka tidak dapat menghilangkan bekuan darah yang terbentuk. Meski begitu, gumpalan darah itu diperkirakan akan larut seiring waktu tanpa menyebabkan kerusakan lebih lanjut.
Dengan kata lain, kelumpuhan Kunicki bertahan pada minggu-minggu setelah operasi saja. Setelah satu bulan menjalani terapi fisik, Kunicki telah mendapatkan kembali beberapa gerakan di anggota badan dan jari-jarinya, meskipun dia masih menghadapi bulan rehabilitasi.
"Benar-benar tidak ada cara 'aman' untuk meretakkan leher Anda," kata Glatter.
"Sederhananya, yang terbaik adalah menghindari melakukannya sejak awal, untuk menghindari kemungkinan komplikasi," tegasnya. (*)
Artikel ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul ‘Meretakkan Leher Hingga Berbunyi "Krek", Perempuan Inggris Lumpuh’ pada Sabtu (20/4/2019).