Find Us On Social Media :

Detik-detik Terakhir Tien Soeharto Sebelum Meninggal, Titip Pesan pada Perempuan Ini tapi Berujung Kecewa: Andai Orang yang Dulu Diberi Pesan Ibu Tien Mendengarnya

By Veronica Sri Wahyu Wardiningsih, Sabtu, 5 Oktober 2019 | 13:30 WIB

Cinta semanis racun ala Pak Harto dan Bu Tien.

GridPop.ID - Meski telah meninggal dunia, kehidupan Tien Soeharto masih jarang diketahui publik.

Salah satunya mengenai detik-detik terakhir Tien Soeharto sebelum kembali ke kebadian.

Seorang rekan menuturkan pesan terakhir Tien Soeharto sebelum wafat yang ingin disampaikan kepada seseorang.

Baca Juga: Mengaku-ngaku Anak Soeharto, Ibu Tien Curiga dan Periksa Seorang Gadis hingga Temukan Racun Tikus di Kopernya, Terbongkar Niat Asli sang Wanita Muda

Sebagaimana diketahui, Tien Soeharto atau yang bernama lengkap Siti Hartinah itu telah tutup usia pada 28 April 1996 silam.

12 tahun setelah Tien meninggal, Soeharto menyusul sang kekasih hati ke keabadian pada 27 Januari 2008.

Soeharto dan Tien dimakamkan di mausoleum bagi keluarga Presiden Republik Indonesia ke-2 bernama Astana Giribangun.

Baca Juga: Jenderal Polisi Bongkar Penyebab Kematian Ibu Tien Soeharto yang Selama Ini Jadi Tanda Tanya, Ini Fakta Sebenarnya

Dikutip dari Tribunnews.com, kompleks makam ini terletak di lereng Gunung Lawu pada ketinggian 660 meter di atas permukaan laut, tepatnya di di Desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah, sekitar 35 km di sebelah timur kota Surakarta.

Di atas komplek Astana Giribangun, terdapat Astana Mangadeg, yakni komplek pemakaman para penguasa Mangkunegaran, salah satu pecahan Kesultanan Mataram.

Astana Mangadeg berada di ketinggian 750 meter dpl, sedangkan Giribangun pada 660 meter dpl. Di Astana Mangadeg dimakamkan Mangkunegara (MN) I alias Pangeran Sambernyawa, Mangkunegara II, dan Mangkunegara III.

Baca Juga: Padahal Ikut Makan Bareng Keluarga Cendana, Pesan Tegas Ibu Tien Sebelum Wafat Bikin Mayangsari Gigit Jari Tak Bisa Gantikan Posisi Halimah!

Pemilihan posisi berada di bawah Mangadeg itu bukan tanpa alasan. Yakni untuk tetap menghormati para penguasa Mangkunegaran, mengingat Ibu Tien Soeharto adalah keturunan Mangkunegara III.

Menilik kembali kisah Tien, mantan Ibu Negara tersebut sempat memberikan pesan terakhir sebelum tutup usia.

Pesannya tersebut tertuang pada sebuah buku berjudul Pak Harto The Untold Stories.

Dikutip dari Tribun Jatim, pada suatu hari, di sebuah upacara Golkar tahun 1996, Ny. Mien Sugandhi kala itu sedang menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Peranan Wanita duduk bersama dengan Ny. Tien Soeharto.

Baca Juga: Ubah Langit Mendung Jadi Cerah, Begini Kisah Tukang Sapu Mbah Rebo saat Jadi Pengawal Ibu Tien hingga Pawang Hujan

"Tolong katakan kepada ... (ia menyebut salah seorang petinggi Golkar), agar Pak Harto jangan menjadi presiden lagi. Sudah cukup, sudah cukup. Beliau sudah tua,” ujar Ibu Tien Soeharto.

"Lo, kalau begitu siapa yang mumpuni untuk menggantikan beliau?" Mien Sugandhi terkejut dan bertanya.

"Biarlah itu diserahkan dan ditentukan oleh Pemilu saja. Aku sudah tidak mau lagi. Aku mau pergi, aku lungo (pergi). Pokoke aku lungo," kata Ny. Tien.

Lantas Mien Sugandhi menyampaikan pesan dari Ibu Tien Soeharto kepada orang yang dituju, tetapi orang itu tidak mengindahkan perintah dari Ny. Mien Sugandhi dan Ny. Tien Soeharto.

Baca Juga: Bergaya Jadi Anggota Dewan Usai Singkirkan Rekan Separtai hingga Kantongi Ratusan Juta Rupiah per Bulan, Mulan Jameela Mendadak Terima Pesan Mengejutkan Dari Titiek Soeharto, Ada Apa?

Benar apa yang diungkapkan oleh Ny. Tien Soeharto.

Tepat pada bulan April 1996, Ny. Tien benar-benar pergi untuk selama-lamanya.

Namun, pada Maret 1998 Pak Harto tetap dipilih menjadi presiden.

Perubahan memaksa Soeharto berhenti.

Baca Juga: Terlihat Gagah, Cucu Soeharto Kendarai Motor Gede Legendaris Milik Mendiang sang Kakek, Plat Motor Bongkar Beberapa Fakta Mengejutkan!

"Seandainya orang-orang yang dulu diberi pesan oleh Ibu Tien mendengarnya," batin Ny. Mien Sugandhi.

Menurut Ny. Mien Sugandhi tak pernah Ny. Tien seserius ini. (*)