GridPop.ID - Pamungkas ramai dicibir imbas aksinya di atas panggung yang viral di media sosial.
Pasalnya, Pamungkas nampak menggosokkan ponsel salah satu penonton ke bagian celana depannya, yaitu bagian alat vitalnya.
Banyak yang menyebut bahwa perbuatan Pamungkas tersebut merupakan bentuk pelecehan seksual.
Pam kemudian merespon anggapan warganet lewat postingan InstaStory bahwa tindakannya tak lebih dari sekedar fan service yang bertujuan untuk meningkatkan antusiasme audiens.
Tindakan Pamungkas pada saat konser di Bengkel Night Park Café kawasan SCBD, Jakarta, dituding sebagai bentuk pelecehan seksual terhadap penggemar perempuan. Namun yang cukup mengherankan netizen adalah sikap para audiens, terutama penonton perempuan, yang justru berteriak histeris sebagai bentuk excitement dan kegirangan.
Menjadi pertanyaan, benarkah yang dilakukan adalah tindakan pelecehan seksual, atau aksi itu tak lebih dari sekedar fan service seperti yang diklaim oleh Pamungkas?
‘Pelecehan’ Seksual di Atas Panggung Musik
Menurut Komnas Perempuan, pelecehan seksual didefinisikan sebagai suatu tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban.
Tindakan pelecehan ini ditampilkan antara lain lewat siulan, ucapan bernada seksual, sentuhan, mempertunjukkan pornografi dan keinginan seksual, dan beragam gerakan/isyarat lain yang seksual, sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan, hingga menyebabkan masalah kesehatan dan kekhawatiran terhadap keselamatan diri.
Jika merujuk pada definisi tersebut, tindakan Pamungkas menggesekkan smartphone ke selangkangannya sendiri tidak tepat disebut sebagai pelecehan seksual, sebab gerakan/isyarat/gestur menggesekkan smartphone tersebut tidak ditujukan untuk melecehkan organ seksual atau seksualitas orang tertentu yang berpotensi menjadi korban pelecehan.
Apabila kemudian perbuatan tersebut dinilai tidak pantas dan tidak senonoh untuk ditunjukkan di ruang publik, maka sepenuhnya itu merupakan tafsiran bebas para audiens dalam mengapresiasi suatu pertunjukan seni dalam bentuk kritik, kemarahan, pembelaan, hingga tindakan pemblokiran karya seni dalam bentuk cancel culture.