Adapun, kebutuhan pembiayaan sebesar Rp 2.650 triliun, tetapi Industri Jasa Keuangan (IJK) tradisional hanya menopang Rp 1.000 triliun.
Ia mengutarakan, fintech lending dengan keunggulannya berbasiskan teknologi menerapkan credit scoring guna mempermudah akses keuangan masyarakat, sehingga dapat melayani masyarakat unbanked dan underserved.
Sementara, Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial Technology OJK Tris Yulianta menyampaikan, selain memahami manfaat dan risiko fintech pendanaan, masyarakat juga perlu memahami terkait perbedaan penyelenggara fintech lending atau pinjaman online berizin OJK dengan pinjol ilegal.
Menurutnya saat ini, ada 102 penyelenggara fintech pendanaan yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sesuai kebutuhannya.
Adapun, jumlah pinjol ilegal jauh lebih banyak dan terus bertumbuh.
Oleh karena itu, Satgas Waspada Investasi (SWI) terus berperan aktif memberantas usaha pinjol ilegal di Indonesia.
“Hingga saat ini, sudah ada 4.625 penyelenggara pinjol ilegal yang ditutup oleh SWI. Namun, kami juga mengimbau kepada masyarakat untuk tetap berhati-hati karena pinjol ilegal ini ibarat jamur di musim hujan, berkembang dengan sangat cepat,” ujarnya.
Oleh karena itu, Tris bilang, masyarakat yang membutuhkan pendanaan lewat industri fintech lending diimbau untuk selalu memastikan bahwa platform pendanaan yang mereka tuju merupakan perusahaan yang terdaftar atau berizin OJK.
Ciri-ciri Pinjol Ilegal
Dilansir dari laman tribunbisnis.com, berikut ini ciri-ciri pinjol ilegal yang wajib kalian ketahui:
1. Pinjol ilegal kerap menetapkan suku bunga tinggi