GridPop.ID - Belakangan ini viral kisah seorang bocah kelas 4 SD di media sosial.
Bocah perempuan ini ketagihan melakukan hubungan intim bertiga alias threesome.
Kisah pilu bocah kelas 4 SD itu diungkapkan oleh Kriminolog Anak dari Universitas Indonesia (UI), Haniva Hasna.
Haniva menceritakan jika bocah perempuan itu merupakan salah satu pasien yang pernah ditanganinya.
“Ini yang horor, ada seorang anak masih SD tapi dia sudah melakukan hubungan seksual bertiga, dan itu anak perempuan, anak perempuannya yang mau," kata dia dikutip TribunnewsBogor.com dari tayangan YouTube Macan Idealis, Rabu, 7 Juni 2023.
Ia membagikan kisah ini untuk dijadikan pelajaran bagi setiap orang dalam menjaga dan mendidik anak-anak mereka.
Kasus ini mulai terungkap setelah orang tua sang anak heran dengan tingkah anaknya yang kerap mencuri uang di rumahnya sendiri.
“Jadi gini, waktu itu ada seorang ibu yang datang mengadukan anaknya, anaknya bermasalah. Anaknya ini suka mencuri, nah ketika anak mencuri itu kan sudah ke arah kriminal.
Lalu si ibu itu bilang, anak saya suka mencuri, apa yang harus dilakukan? Saya tanya dulu apa yang ibu sudah lakukan, biar apa yang saya sampaikan gak mubazir,” terang Haniva Hasnah.
Padahal, kata dia, hal itu bisa merembet ke arah yang lebih berbahaya.
“Menurut si ibu ini bukan sesuatu yang bahaya, karena ini uang orang rumah tapi kalau ini dibiarkan bukan tidak mungkin akan merembet ke hal yang lain,” bebernya.
Haniva yang penasaran akhirnya bertemu dan bertanya langsung pada bocah tersebut.
“Saya tanya, uang itu untuk apa, untuk si A si B teman aku. Nah mereka gak minta. Lalu saya tanya, kenapa dikasih? Karena aku mau main sama dia, main bertiga,” cerita Haniva Hasnah mengingat pengakuan siswi SD yang menjadi klinennya.
Menurutnya, bocah SD itu mencuri uang dengan besaran Rp 50 ribu sampai Rp 200 ribu.
“Ya, ternyata dia sudah melakukan hubungan seksual, dua wanita satu laki. Dia bayar, karena si anak laki ini sudah mempelajari (cari keuntungan). Kejahatan inikan dipelajari ya,” kata dia.
Menurut Haniva Hasnah, anak perempuan itu awalnya adalah korban yang kemudian menjadi pelaku.
“Jadi ternyata si anak perempuan ini awalnya korban yang berakhir jadi pelaku. Dia sudah merasakan, buktinya dia menikmati itu semua. Jadi ketika diinterview lanjutan, kok bisa ya padahal orang tuanya orang tua terpelajar,” kata Haniva Hasnah.
“Mereka tinggal di daerah anomi yang tidak ada norma. Biasanya di kampung yang rumahnya berdekatan sekali. Sehingga terbiasa mendengar tetangga mengeluarkan kata-kata kasar, mendengar tetangga berantem, itu biasa. Itu daerah anomi. tapikan potret masyarakat kita,” jelasnya.
Pendidikan seks untuk anak
Keharusan mengenalkan pendidikan seks pada anak masih menuai pro dan kontra hingga saat ini.
Sebagian orang tua menganggap bahwa pendidikan seks penting diajarkan sejak dini, namun ada juga yang menganggap anak bisa tahu dengan sendirinya.
Padahal anak harus diajarkan untuk memahami bahwa tubuhnya adalah miliknya. Oleh karena itu, ia harus menjaga dengan tidak mengizinkan orang lain untuk menyentuhnya.
Baca Juga: AJAIB! 3 Gerakan Senam Kegel Ini Mampu Mengatasi Masalah Performa Pria di Ranjang
Berkaca dari kasus diatas, Fandhi Gautama dan co-founder AyahAsi, Rahmat Hidayat menjelaskan pentingnya pendidikan seks untuk anak.
Menurutnya, usaha orangtua memberikan pendidikan seks sejak dini—atau yang biasanya lebih nyaman disebut pendidikan kesehatan reproduksi—sangat baik dilakukan, dibandingkan membuat anak mempelajarinya sendiri.
Nyatanya, akibat rasa penasaran, informasi mengenai seks banyak didapatkan anak melalui media cetak dan elektronik saat dirinya beranjak remaja. Untuk menghindari kekeliruan pemahaman, ada baiknya pendidikan seks memang dimulai dari orangtua.
“Yang diajarkan itu bukan cuma soal kebutuhan seksnya tetapi juga soal kesehatan reproduksinya karena itu yang harus dijaga. Nah kesehatan reproduksi itu nanti hubungannya banyak, ada aktivitas seksual, ada perasaannya, dan sebagainya, yang sering kali jarang banget diajarkan ke anak-anak secara terang-terangan,” ujar Rahmat.
Tentunya banyak sekali manfaat dari kegiatan pembelajaran tersebut.
Salah satunya adalah memenuhi rasa ingin tahu anak. Melalui diskusi-diskusi yang telah dilakukan, anak akan merasa pertanyaan-pertanyaannya telah terjawab di rumah. Ia pun dapat memilah informasi yang didapatkan di luar sana.
Jangan lupa pula untuk ajarkan anak mengenai konsen dan batasan pemberian afeksi. Misalnya, minta anak untuk menahan orang lain jika ingin mencium pipinya. Ajarkan pula pada mereka masalah perizinan apabila ada orang yang melakukan itu.
Batasan pemberian afeksi ini juga akan ia bawa dalam lingkungan bermain dan sekolahnya. Hal ini bertujuan agar anak dapat membentengi diri dari kejadian tidak menyenangkan.
GridPop.ID (*)
Baca Juga: Bikin Makin Yahud, Coba Ganti Obat Kuat dengan Pisang Biar Hubungan Intim Nanti Malam Makin Membara