“Sehingga, ada beberapa yang masih kita perkenankan untuk bisa mereka berseliweran dengan ketentuan yang ketat. Tapi, sisi lain kita minta partisipasi dan dukungan dari masyarakat untuk dua hari saja,” kata Ganjar.
Berkaitan dengan gerakan 'Jateng di Rumah Saja' yang dilaksanakan selama 2 hari, pakar epidemiologi dari Universitas Diponegoro (Undip), Ari Urdi menilai rencana yang akan dijalankan oleh Pemprov Jawa Tengah ini sebagai sebuah upaya uji coba.
"Saya menduga ini sekedar trial untuk kegiatan kemasyarakatan yang akan segera kita jumpai tidak lama lagi," kata Ari
Dengan mengajak warga tetap ada di rumah, setidaknya selama dua hari, Ari mengasumsikan potensi penularan akan terputus, setidaknya selama berjalannya program.
"Apabila program ini berhasil dijalankan, bukan tidak mungkin beberapa kegiatan sosial kemasyarakatan dan keagamaan, seperti Tahun Baru Imlek, Paskah, atau mungkin kelak Idul Fitri, Pemerintah bisa menyontoh pemberlakuan libur seperti yang akan dilakukan pada Sabtu dan Minggu depan ini," ujarnya.
Ide lain datang dari epdemiolog lapangan asal Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Yudhi Wibowo.
Ia menyebut penerapan sanksi ini penting untuk memastikan semua elemen masyarakat tunduk dan patuh terhadap kebijakan yang dicanangkan.
Misalnya dalam surat edaran disebutkan sektor-sektor yang bergerak di bidang esensial masih diperkenankan untuk beroperasi.
"Harus dicek memang benar mereka melakukan kegiatan untuk hal yang sangat esensial. Jadi task force harus benar-benar mengecek di lapangan dan melakukan penertiban secara konsisten dan tegas," kata Yudhi.