GridPop.ID - Kakek asal Bone Sulawesi Selatan bernama Bakri alias Daeng Patanga (65) tinggal di tengah kebun dengan sebuah terpal semacam tenda sebagai rumahnya.
Diketahui sang kakek adalah eks TKI Malaysia, dan mulai berada di Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara sejak 2016.
Saat menjadi TKI sang kakek bekerja sebagai sopir, kemudian diusir dari Malaysia 23 tahun lalu.
Kakek Bakri sudah bekerja sebagai supir truk di daerah Sandakan Malaysia sejak 1982 atau saat usianya 26 tahun.
Dilansir dari Komapas.com, ia menderita hepatitis B, sehingga otoritas setempat mencatatkan namanya dalam daftar TKI deportasi.
"Saya dihalau (diusir) dari Malaysia tahun 1998, dipulangkan ke Bone Sulawesi Selatan tapi tidak pulang ke rumah, malu dengan keluarga," ujarnya memulai cerita, Minggu (15/8/2021) Kakek Bakri lalu memutuskan pergi mencari kerja di daerah Palopo.
Di sana ia membuka kebun coklat. Sudah sekitar 17 tahun kebun tersebut ia kelola dan menikmati hasilnya.
Sayangnya, terjadi perebutan lahan dengan warga lokal sekitar 2016. Merasa diri sebagai pendatang, Kakek Bakri terpaksa mengalah dan memilih pergi ke Nunukan sampai hari ini.
Puluhan tahun berpisah dengan anak dan istri Kakek Bakri yang juga kerap dipanggil Daeng Patanga itu mengaku, Nunukan yang merupakan perbatasan RI – Malaysia ia pilih karena bisa memantau kabar anaknya lebih dekat dan mudah.
"Saya sudah puluhan tahun berpisah dengan anak istri. Suatu saat mereka pasti tahu keberadaan saya di Nunukan," katanya yakin.
Selama 5 tahun ini, dia terus berpindah dari satu kebun ke kebun lain.
Rindu pada putranya yang mengalami gangguan bicara, di tengah alunan gambus, Bakri bercerita bahwa anak laki lakinya mengalami gangguan bicara sejak duduk di bangku sekolah dasar.
Sampai hari ini, tidak ada yang tahu mengapa putra semata wayangnya tersebut mendadak bisu.
"Yang menjadi penyesalan saya, karena saya jauh dan hilang kontak dengan anak dan istri. Kalau dibilang rindu, rasanya apa pun yang saya lakukan sepertinya tidak bisa menebus jarak dan kondisi yang terjadi pada mereka selama saya tidak ada di tengah mereka," katanya.
Dari kabar yang ia dengar, putranya sudah sering dibawa berobat ke orang pintar maupun dokter, namun sayangnya belum ada perubahan atas kondisi anaknya.
Rasa penyesalan, bersalah dan bercampur kerinduan itu pula yang membuatnya serba salah, selama ini, keadaan memaksanya tak dapat kembali ke Malaysia.
Namanya sudah masuk dalam daftar hitam Imigresen Malaysia sehingga ia hanya berharap mendapatkan kabar baik bagi anak dan istrinya.
"Mau bagaimana lagi? Apalagi sekarang tidak ada diizinkan orang melintas karena ditutup jalurnya (lockdown).
Saya hanya bisa menunggu saja, meski tak pernah berkabar, lambat laun pasti mereka tahu keberadaan dan kondisi saya," tuturnya.
Meski memendam kerinduan dan penyesalan mendalam karena tak dapat mendampingi keluarga sejak dideportasi, Bakri tak pernah patah semangat.
Ia memiliki harapan bisa mendapat kabar baik tentang anak istrinya yang sudah menjadi warga Malaysia.
"Saya selalu ada harapan, saya punya doa yang menjadikan kesedihan ringan dan semangat masih ada selagi badan masih bernyawa," tutur dia.
Sambil memetik gambusnya, ia mengatakan bahwa alat musik itulah yang selama ini menjadi tempatnya menuangkan kerinduan dan impian.
Ia membuat gambus hanya bermodal parang dan kulit ikan pari sebagai ampelas.
Di malam yang sunyi karena berada di tengah kebun, alunan gambus hadir sebagai pengusir sepi dan menjadi sebuah pesan betapa seorang ayah memendam rasa sayang yang belum sempat tersampaikan.
Sementara itu ada kisah seorang kakek bernama Mangasi Halomoan Rajagukguk sudah lama ditinggal mati istrinya.
Dilansir dari Tribun Medan, Pada Selasa (27/7/2021) malam, Mangasi Halomoan Rajgukguk ditemukan sudah tidak bernyawa di rumahnya dalam kondisi membusuk.
Polsek Perdagangan turun membantu mengevakuasi jenazah korban setelah mendapat laporan dari Pangulu Nagori Talun Madear, JP Panjaitan.
Kapolsek Perdagangan AKP Josia Simarmata menerangkan, jasad Mangasi Halomoan Rajagukguk ditemukan di dalam kamar rumahnya oleh tetangga.
Saat itu korban dicurigai keberadaannya lantaran tidak keluar rumah seharian.
Karena tidak memiliki anak, Mangasi Halomoan Rajagukguk mengurus segala keperluan hidupnya sendiri.
"Informasi lain dihimpun dari warga setempat, sehari-harinya korban tinggal sendirian dirumahnya itu karena isterinya sudah terlebih dahulu meninggal dan tidak memiliki anak,"
"Korban memiliki riwayat penyakit jantung dan sudah sering dikeluhkannya," kata Kapolsek.
Sanak keluarga korban membuat surat pernyataan menolak dilakukan autopsi terhadap jasad korban karena sudah menerima korban meninggal akibat penyakit yang dideritanya.
Sejak ditinggal mati istrinya, kakek sebatang kara ini tinggal di Huta IV, Nagaori Talun Madear, Kecamatan Pematang Bandar, Kebupaten Simalungun.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Tribun Medan |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Andriana Oky |
Komentar