Hubungan mereka pun berjalan baik hingga si wanita hamil, bahkan kehamilan tersebut disambut baik oleh semua pihak.
Keluarga pria akhirnya memantapkan diri untuk menikah dan mulai mencari hari baik hingga membuat surat undangan pernikahan.
"Namun dua hari sebelum upacara pernikahan, si lelaki mendadak mengatakan tidak mau nyentana. Saat itu saya kasih pertanyaan pada anak, dan anak saya bilang sudah mantap untuk mencari sentana," jelasnya.
Karena Melina tengah hamil dan tak ingin bayi dalam kandungannya lahir di luar nikah.
"Karena dia (si lelaki) tidak mau, dan segala perlengkapan upacara telah disiapkan, sehingga upacara pernikahan tetap kami langsungkan meskipun tanpa lelaki," tuturnya.
Ayah Melina mengatakan, dalam prosesi pernikahan tersebut, mempelai lelaki tidak diganti dengan keris.
Namun didampingi oleh sepupunya agar pernikahan tersebut sah secara niskala.
"Mohon maaf, anak saya tidak menikah dengan keris, tetapi didampingi oleh sepupunya," ujarnya.
Ketua PHDI Gianyar, Wayan Ardana mengatakan, hal tersebut biasa dan kerap terjadi di Bali.
Sebab, tujuan dari pernikahan demikian adalah untuk menyelamatkan bayi dalam kandungan, supaya tidak lahir di luar pernikahan.
Di Bali, peristiwa hamil di luar nikah dapat disebut ngeletihin gumi sehingga orangtua bayi dapat dikenakan sanksi adat dan si anak sendiri tidak boleh ke pura.
GridPop.ID (*)
Source | : | Tribun Bali,Tribun Solo |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Veronica S |
Komentar