GridPop.ID - Kenaikan harga sembako beras dikeluhkan pedagang warteg.
Pasalnya, kenaikan harga sembako beras yang terjadi sejak bulan Juli lalu memaksa mereka merogoh modal lebih.
Sedangkan untuk menaikan harga makanan mereka tidak berani karena daya beli masyarakat belum pulih usai pandemi Covid-19.
Hal ini dikonfirmasi oleh Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni.
"Banyak anggota mengeluhkan. Membuat pusing pedagang warteg, tidak bisa memprediksi menyediakan bahan baku yang pasti," kata Mukroni di Jakarta Timur, Kamis (17/11/2022), dikutip dari Tribun Jakarta.
Di tengah kenaikan harga para pedagang warteg juga tidak bisa menaikkan harga makan karena daya beli masyarakat yang belum pulih total dari dampak pandemi Covid-19.
Omzet para pengusaha warteg hingga kini pun belum stabil, sehingga cara yang dipilih untuk menyiasati kenaikan harga beras hanya dengan mengurangkan porsi nasi bagi pelanggan.
"Enggak bisa (mengurangi jumlah belanja), paling mengurangi porsinya. Untuk omzet masih belum stabil, minggu ini bagus, besok enggak. Belum bisa diprediksi penurunan omzet," ujarnya.
Beban makin terasa karena setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pemerintah tidak memberikan bantuan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) seperti warteg.
Mukroni menuturkan kebutuhan beras masing-masing warteg berbeda, semakin banyak pelanggan dan omzet didapat maka jumlah beras dibutuhkan lebih banyak mengikuti jumlah pembeli.
"Rata-rata warteg yang omzet per harinya Rp2 sampai Rp3 juta per hari butuh 15 kilogram beras per hari. Omzet Rp5 juta kira-kira 25 kilogram per hari," tuturnya.
Source | : | ANTARA News,Tribun Jakarta |
Penulis | : | Arif B |
Editor | : | Andriana Oky |
Komentar