GridPop.ID - Kisah pilu terjadi pada seorang nenek berusia 70 tahun.
Di usianya yang sudah tua renta, nenek ini terpaksa menjadi PSK (Pekerja Seks Komersial) demi makan.
Yang lebih mengejutkankan lagi, pelanggan di nenek adalah bocah SD.
Dilansir dari laman tribunnewsmaker.com, kisah pilu dialami seorang nenek-nenek berusia 70 tahun terpaksa menjadi PSK untuk menyambung hidupnya dengan ongkos 4 ribu rupiah.
Yang lebih memilukan lagi adalah pelanggannya yang masih duduk di bangku sekolah dasar alia SD.
Lalu sebagai pihak terkait apakah tidak merasa berdosa atas kejadian ini?
Kisah ini diceritakan oleh dokter Dewi Inong Inara dan menjadi perbincangan hangat di media sosial belakangan ini.
Ia mengaku telah mewancarai sang nenek, dalam sebuah wawancara di kanal YouTube Macan Idealis,
Di mana ia mengungkapkan cerita mengejutkan tentang seorang nenek berusia 70 tahun yang terpaksa menjadi pekerja seks komersial (PSK) demi mendapatkan Rp 4 ribu.
Dalam wawancara tersebut, Dewi Inong Inara, seorang dokter, menceritakan pengalaman pribadinya dalam merawat pasien yang menderita HIV.
Ia menjelaskan bahwa pasien tersebut terinfeksi HIV karena memiliki kebiasaan yang tidak senonoh dengan orang-orang tuna susila.
Dewi Inong Inara kemudian melanjutkan ceritanya dengan merujuk pada lokasi di Jakarta Timur di mana aktivitas tersebut sering terjadi.
Ia mengundang lawan bicaranya untuk mengunjungi tempat tersebut, namun dengan berhati-hati untuk tidak menyebutkan nama taman tersebut di hadapan kamera.
Cerita yang lebih mengejutkan muncul saat Dewi Inong Inara menceritakan pengalamannya bertemu dengan seorang lansia berusia 70 tahun di Jakarta.
Nenek tersebut mengungkapkan bahwa ia masih menjual diri sebagai pekerja seksual, dan yang menjadi pelanggannya bukanlah orang dewasa, melainkan anak-anak sekolah dasar.
Hal yang lebih mencengangkan lagi adalah tarif yang diberlakukan oleh nenek tersebut, yakni mulai dari Rp 4 ribu.
Harga yang begitu murah untuk layanan prostitusi anak ini mengundang kecaman dan keprihatinan dari berbagai pihak.
Kisah yang diungkapkan oleh Dewi Inong Inara ini tentu saja mengejutkan dan mengguncang masyarakat.
Hal ini menunjukkan betapa parahnya eksploitasi seksual yang terjadi di tengah-tengah kita, bahkan melibatkan lansia yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan perhatian khusus.
Keberanian Dewi Inong Inara dalam mengungkapkan kisah ini patut diapresiasi, karena dapat menggugah kesadaran masyarakat tentang pentingnya penanganan dan pencegahan eksploitasi seksual terhadap anak-anak.
Kasus ini seharusnya menjadi panggilan bagi seluruh elemen masyarakat, pemerintah, dan lembaga terkait untuk bertindak tegas dan bersama-sama melawan kejahatan ini.
Pemerintah perlu meningkatkan upaya dalam penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan manusia, termasuk perdagangan seksual anak.
Sistem penegakan hukum yang kuat dan efektif diperlukan untuk memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.
Selain itu, pendekatan yang holistik dan komprehensif perlu dilakukan untuk menangani akar permasalahan ini.
Edukasi tentang seksualitas yang sehat dan aman harus diberikan kepada anak-anak sejak dini, baik di keluarga maupun di sekolah.
"Oh ya itu ada loh nenek-nenek jualan miss V nya ya,
Karena kan buat orang dewasa udah nggak laku karena udah kendor gitu umur 70 an buat anak SD, untuk uang 4 ribu," ucapnya.
“Rp 4 ribu bayar oh my god, nenek-nenek umur 70 an jadi wanita tuna Susila karena mereka nggak ada siapa yang mengurus.
Oh my god ini pemda DKI perlu nonton," timpal lawan bicaranya.
“Bukan hanya DKI tempat lain DKI udah ada pendampingan di rumah lansia kita kemarin saya juga kan saya juga di kelompok studi demitologi griatry Indonesia.
Itu ada diambilin mereka terus ditaruh di situ.
Kasih makan yakan," timpal sang dokter.
“Itu anak SD dateng gitu dok- kan, beneran anak SD itu dok?” tanya lawan bicara dokter Inong Inara.
“Iya kan pasti yang daerah situ kan menengah bawah tadi, yang keluarganya nggak sejahtera itu yang mereka kebingungnan kan mau cari apa enak apa nih cintanya ayah ibunya nggak ada ayah ibunya kerja melulu ibunya karena duit kurang," jelasnya.
Dalam kesempatan itu, dokter Inong Inara menjelaskan adanya sejumlah perilaku sex menyimpang dari masyarakat mulai dari hubungan sejenis hingga nenek-nenek berusia 70 tahun menjajakan diri untuk anak-anak SD.
Menimbulkan sejumlah penyakit kelamin hingga degradasi moral anak muda dibawah umur.
Faktor lingkungan dan pola pengasuhan kedua orang tua menjadi salah satu hal yang turut berperan dalam terjadinya kasus menyimpang tersebut.
Risiko Gonta-ganti Pasangan Seksual
Dilansir dari laman halodoc.com, Bahaya yang mengintai jika kamu sering gonta-ganti pasangan seksual adalah peningkatan risiko terkena penyakit menular seksual.
Seperti HIV/AIDS dan infeksi human papilloma virus (HPV).
Ini kemudian dapat menyebabkan banyak risiko kesehatan, termasuk di kemudian hari.
Menurut studi yang diterbitkan dalam jurnal BMJ Sexual and Reproductive Health pada 2020, para peneliti mengevaluasi data dari English Longitudinal Study of Ageing, yang melacak individu berusia 50 tahun ke atas yang tinggal di Inggris.
Subjek termasuk 2.537 pria dan 3.185 wanita, dengan usia rata-rata 64 tahun dan hampir tiga dari empat menikah.
Mereka menjawab pertanyaan tentang berapa banyak pasangan seksual yang mereka miliki. Kategori terbagi menjadi nol sampai satu, dua sampai empat, lima sampai sembilan, dan 10 atau lebih.
Para peneliti menemukan bahwa ketika seseorang sering gonta-ganti pasangan seksual, persentase orang yang mengidap kanker meningkat.
Wanita yang melaporkan memiliki 10 atau lebih pasangan, 91 persennya lebih berisiko terkena kanker, daripada wanita yang tidak memiliki atau hanya punya satu pasangan.
Sementara itu, pria yang mengaku memiliki setidaknya 10 pasangan seksual 69 persen lebih mungkin terkena kanker, daripada pria yang memiliki nol banding satu.
Risiko kanker karena sering gonta-ganti pasangan terjadi karena infeksi HPV. Virus yang bisa menular secara seksual ini dapat meningkatkan risiko hampir semua kanker serviks, vagina, vulva, anus, dan penis. GridPop.ID (*)
Source | : | Halodoc.com,tribunnewsmaker |
Penulis | : | Luvy Octaviani |
Editor | : | Luvy Octaviani |
Komentar