GridPop.ID - Pada musim kemarau panjang 2019 ini beberapa titik hutan di dunia mengalami kebakaran.
Selain hutan Amazon yang terbakar, titik-titik hutan di Indonesia juga mengalami hal serupa.
Salah satu hutan yang terbakar ialah di daerah Riau hingga menimbulkan dampak bagi warga sekitar.
Dikutip dari Tribun Pekanbaru, Sabtu (24/8/2019), kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di sejumlah tempat di Riau masih terjadi.
Tercatat sudah ribuan hektar kawasan hutan dan lahan yang terdampak Karhutla.
Di balik bencana ini, ada perjuangan para petugas pemadam Karhutla yang terdiri dari berbagai unsur seperti Polri, TNI, Manggala Agni hingga masyarakat dan relawan.
Sulitnya memadamkan api menjadi kendala tersendiri bagi mereka, selain sejumlah kendala lainnya yang ditemukan.
Proses pemadaman air Karhutla di dalam kawasan yang terbakar memerlukan waktu yang cukup lama.
Tak jarang petugas harus menginap di lokasi kebakaran untuk melakukan upaya pemadaman.
Di Kabupetan Pelalawan misalnya, petugas pemadam yang dipimpin Kapolres, AKBP Kaswandi Irwan harus menginap di lokasi kebakaran.
Mereka harus berpindah dari satu titik ke titik kabakaran lainnya untuk memadamkan api.
Tak jarang areal yang terbakar merupakan kawasan hutan, dan perkebunan yang jarang dijamah sehingga vegetasinya cukup beragam.
Di kawasan ini juga masih terdapat satwa liar. Keberadaan mereka muncul saat terjadi kebakaran untuk mencari perlindungan atau keluar dari areal kebakaran.
Petugas tak jarang menemukan ular king kobra yang berbisa saat melakukan pemadaman.
"Itu kejadian semalam, kami ketemu ular King Cobra tepat dibawah kaki. Untung saja sudah mati terbakar, kalau tidak repot lagi urusannya," ujar Camat Pangkalan Kerinci, Dody Asmasaputra, sambil tertawa mengenang kisah itu.
Saat sedang memadamkan api, Camat Dodi dan anggota lainnya hampir menginjak ular yang dekat tungul kayu.
Lantas petugas bergerak cepat menyemprot binatang berbisa itu dengan air dan ternyata tidak bergerak lagi.
Mereka memberanikan diri menjolok King Cobra itu pakai kayu yang rupanya sudah mati terpanggang api.
Kebakaran hutan dan lahan juga menjadi persoalan tersendiri bagi satwa liar di dalam areal hutan yang terbakar.
Salah satu hewan endemik dan dilindungi di Riau adalah Harimau Sumatera. Keberadaan hewan ini acap kali keluar hutan karena kawasan mereka sudah dirambah menjadi perkebunan.
Kondisi ini diperparah dengan Karhutla, kawanan Harimau Sumatera terpaksa harus menghindari kobaran api dan kepungan asap.
Sialnya, petugas yang juga berada di lokasi yang sama sempat mendapati kawanan harimau sumatera ini melintas dan minum di sumber air.
Awalnya beberapa petugas gabungan menemukan jejak mirip bekas kaki Harimau Sumatera di tanah bekas terbakar.
Personil yang bertugas mengambil air bergerak ke sungai untuk menyedot persediaan air dan diantar ke lokasi pemadaman.
Saat berada di tepi sungai, personil terkejut setengah mati melihat seekor harimau dewasa sedang minum di seberang sungai.
"Katanya ada juga anaknya di samping induknya itu. Anggota itu yang cerita ke saya langsung," tutur Camat Langgam, Robby Ardelino, Jumat (23/8/2019).
Setelah menyiarkan kabar keberadaan binatang buas bernama latin Panthera Tigris Sumatrae tersebut, seluruh personil diminta waspada dan mawas diri karena sewaktu-waktu bisa berhadapan dengan harimau.
Kisah horor itu tak berhenti sampai disitu saja dan siberlang masih menunjukan eksistensinya kepada petugas.
Tepat pada malam hari personil memilih menginap di lokasi Karhutla untuk mengefektifkan pemadaman jika pulang ke rumah.
Di tengah malam, Si Belang mengaum beberapa kali dan sangat jelas terdengar oleh petugas.
"Kami di lokasi diam-diam aja dan sama-sama tahu. Tak ada membahas itu lagi, karena takut ia muncul lagi. Seperti kata orangtua dulu kalau kita cerita tentang benda itu di tengah hutan, kita didatangi," tandasnya.
Sementara itu, kebakaran hutan yang terjadi di Riau itu menimbulkan dampak yang dirasakan warga Kota Pekanbaru.
Dikutip dari tayangan Kompas TV edisi Senin (25/8/2019), kualitas udara yang buruk membuat pemerintah setempat menutup hari bebas kendaraan bermotor atau car free day.
Saat itu, jarak pandang berkisar 3 kilometer akibat kabut asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan. (*)