GridPop.id - Kisah Habibie dan Ainun teramat sangat panjang.
Namun penuturan Habibie lewat bukunya sangat menyayat hati
"Ainun, tahukah hari ini hari apa?" Habibie bertanya.
Ainun mengangguk. "Hari pernikahan kita selama enam windu atau 48 tahun," ujar Habibie.
Ainun kembali mengangguk sembari tersenyum.
Baca Juga: Cerita Habibie Tentang Ainun, Mengaku Tak Pernah Naksir hingga Menyebutnya Jelek dan Hitam
Memandang Habibie dengan wajah cerah, tetapi aura sedihnya tetap tidak dapat disembunyikan.
Habibie kemudian mencium bibir Ainun sembari berbisik,
"Saya selalu akan mendampingimu di mana pun kamu berada. Jiwa, roh, dan batin kita sudah menyatu dan manunggal sepanjang masa."
Ainun terdiam. Air matanya menetes diiringi senyum.
Demikian penggalan momen yang Habibie tuliskan dalam buku Habibie dan Ainun yang dikutip, Minggu (14/2/2016).
Momen itu terjadi pada Rabu, 12 Mei 2010, tepat pukul 10.00 WIB, di ruang ICCU, tempat Ainun dirawat selama sekian waktu. Tumor ganas terus menjalar dan menggerogoti kesehatan Ainun.
Doa Habibie kemudian memanjatkan doa.
Berikut kutipan doa itu :
"Terima kasih Allah, ENGKAU telah lahirkan saya untuk Ainun dan Ainun untuk saya. Terima kasih Allah, ENGKAU telah pertemukan saya dengan Ainun dan Ainun dengan saya. Terima kasih Allah tanggal 12 Mei 1962 ENGKAU nikahkan saya dengan Ainun dan Ainun dengan saya. ENGKAU titipi kami Bibit Cinta murni, sejati, suci, sempurna dan abadi. Sepanjang masa kami sirami titipanMU dengan Kasih Sayang, nilai Iman, Takwa dan Budaya. Kini 48 tahun kemudian, Bibitt Cinta telah menjadi Cinta yang paling indah, Sempurna dan Abadi. Ainun dan saya bernaung di bawah Cinta milikMU ini dipatri menjadi manunggal sepanjang masa. Manunggal dalam Jiwa, Hati, Batin, Nafas dan semua yang menentukan dalam kehidupan. Terima kasih Allah, menjadikan kami Manunggal kami sepanjang masa. Berilah kami kekuatan mengatasi segala permasalahan yang sedang dan masih akan kami hadapi. Ampunilah dosa kami dan lindungilah kami dari segala pencemaran Cinta Abadi kami."
Kata demi kata Habibie diperhatikan betul oleh Ainun dan ia menganggukkan kepalanya setiap Habibie menyelesaikan kalimat per kalimat.
"Sambil mengelus kepala Ainun, kami ulangi bersama doa yang sebelumnya saya bisikkan di telinganya."
"Bibir Ainun bergetar memanjatkan doa kami, kata demi kata dengan mata air berlinang."
"Saya harus menahan diri dan dokter dan perawat yang kebetulan masuk ke kamar, diam dan penuh pengertian segera meninggalkan kami berdua," tulis Habibie.