Puncaknya pada 1996, Budiman mendeklarasikan PRD yang membuatnya.
Nama Budiman Sudjatmiko dikenal awam ketika dituduh mendalangi gerakan menentang Orde Baru.
Ia juga dituduh bertanggung jawab dalam Peristiwa 27 Juli 1996 dalam penyerbuan kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Budiman Sudjatmiko divonis hukuman 13 tahun penjara, tapi kemudian diberi amnesti oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada 10 Desember 1999.
Saat ini, Budiman Sudjatmiko menjabat sebagai anggota DPR RI dari PDIP Dapil Jawa Tengah VIII.
Budiman duduk di Komisi II yang membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, dan agraria.
Ia juga Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang dan telah menjabat sebagai anggota DPR pada periode 2009-2014 dan 2014-2019.
Sayangnya, di Pemilu 2019, Budiman Sudjatmiko gagal jadi anggota DPR karena suaranya tidak cukup untuk mendukungnya kembali ke Senayan.
Sosok ketiga yang dibandingkan adalah Fadli Zon.
Pria yang kini duduk sebagai Wakil Ketua DPR ini juga eks aktivis 98.
Selain itu, saat Reformasi 98, Fadli Zon juga telah menjalin keakraban dengan Fahri Hamzah.
Hal ini terlihat dalam foto yang diunggah Fahri Hamzah pada 2018.
Saat itu, mereka berdiskusi di Institute for Policy Studies (IPS) bersama para Ketua BEM pada akhir April 1998 tentang Agenda Reformasi Politik.
Setelah era reformasi, Fadli ikut mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan kini menjabat sebagai wakil ketua.
Ia terpilih sebagai anggota dewan dari Dapil Jawa Barat V.
Saat pemilihan pimpinan DPR, ia didukung oleh fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih, yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, PKS, PAN, dan PPP, ditambah Fraksi Partai Demokrat.
Adapun empat parpol lainnya memilih walk out, yakni PDI Perjuangan, PKB, Partai Hanura, dan Partai Nasdem.
Sosok terakhir yang dibandingkan adalah Adian Napitupulu.
Adian juga merupakan eks aktivis 98 yang menyuarakan tuntutan agar Soeharto mundur.
Dikutip dari Kompas.com, Adian berkisah, ribuan mahasiswa mengepung Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada 18 Mei 1998.
Menurut Adian, setidaknya ada 7.000 orang dalam aksi itu.
Jumlah itu terus bertambah, yang kemudian menjadikan mahasiswa berhasil masuk dan menguasai Gedung DPR/MPR.
Adian yang kala itu menjaga gerbang masuk, turut menyeleksi siapa-siapa saja mahasiswa yang bisa masuk.
Beberapa saat setelah memasuki Kompleks Parlemen, ribuan mahasiswa tersebut menghambur menuju air mancur di halaman DPR.