Melnasir dari GridHot.ID yang mengutip dari BBC, Kementerian Luar Negeri China membantah bahwa kapal-kapalnya telah memasuki wilayah perairan Indonesia.
Kedubes China menyatakan kapal nelayan dari negara itu menangkap ikan di tempat yang sudah biasa dikunjungi nelayan-nelayannya.
Penolakan ini disampaikan sehari setelah Kementerian Luar Negeri China mengaku memiliki kedaulatan atas wilayah perairan di dekat Kepulauan Nansha atau Kepulauan Spratly, yang berbatasan langsung dengan Laut Natuna.
Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan klaim RRT atau China tidak berdasar.
"Klaim historis RRT atas ZEEI dengan alasan bahwa para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan dimaksud bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982," jelas Kementerian Luar Negeri pada Rabu (01/01/2020).
Pemerintah China, melalui juru bicara Kemenlu Geng Shuang, juga kembali meneguhkan bahwa negara itu memiliki hak historis di Laut China Selatan.
"Sementara itu, China mempunyai hak historis di Laut China Selatan. Para nelayan China sudah lama terlibat dalam kegiatan perikanan di perairan-perairan terkait di dekat Kepulauan Nansha, yang selama ini legal dan absah."
Di sisi lain, Indonesia mendesak China untuk menjelaskan dasar hukum dan batas-batas yang jelas perihal klaimnya di zona ekonomi eksklusif berdasarkan UNCLOS 1982.
Melihat kondisi ini, mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti ikut berkomentar.
Lewat akun Twitternya ia menjelaskan, jika mengacu pada aturan yang sama saat dirinya masih memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), harusnya ada tindakan tegas pada kapal-kapal China yang menggarong ikan di EEZ.