GridPop.ID - Dunia sedang dihebohkan dengan wabah virus corona.
Dari saat pertama ditemukan hingga sekarang, kasusnya semakin bertambah dan belum bisa dihentikan.
Hal ini membuat WHO memberikan peringatan keras bagi seluruh negara di dunia.
Sampai saat ini, Indonesia belum ada yang positif terjangkit virus mematikan ini.
Baca Juga: 44 Negara Terjangkit, Ternyata Begini Virus Corona Menyebar dari Tubuh Manusia ke Manusia Lainnya
Hal yang ditakutkan WHO adalah ketika ternyata di Indonesia ada yang terjangkit tapi tidak disadari.
Hal ini bisa terjadi karena beberapa aspek.
Salah satunya adalah seseorang bisa saja terjangkit corona padahal hasil tes menyatakan negatif.
Dokter dan podcaster kesehatan, Shela Putri Sundawa memberikan penjelasan tentang hal ini di akun media sosial twitter miliknya.
"Terjangkit Corona tapi hasil tesnya negatif? Mungkin aja. Why?
1. Kualitas sampel yg diambil kurang
2. Pengiriman sampel terlalu lama sehingga rusak
3. Waktu pengambilan sampel saat kadar virus masih sedikit
4. Alat pemeriksaan yang digunakan defek
5. Kadar virus di bawah batas kemampuan deteksi alat," tulis Shela.
dr. Shela menambahkan bahwa alasan-alasan itu kemudian membuat CDC Amerika Serikat memberikan kebijakan jika ada terduga COVID-19, maka diperlukan pemeriksaan dua kali dengan jarak lebih dari 24 jam.
"Karena alasan ini, kebijakan CDC Amerika jika ada terduga COVID-19 maka untuk menyingkirkan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan 2 kali dengan jarak diantaranya >24 jam. Hal ini untuk mengurangi risiko false negative," tambahnya.
Ia juga menjelaskan pengertian dari istilah false negative, yaitu kondisi ketika hasil tes negatif padahal penyakitnya ada.
Menurutnya, hal tersebut biasa di ranah kedokteran lantaran tidak ada alat di dunia ini yang dapat mendeteksi penyakit hinggs 100 persen akurat.
"False negative itu apa? False negative atau negatif palsu adalah hasil tes yang negatif padahal sebenarnya penyakitnya ada. Ini biasa bgt di kedokteran karena tidak ada alat di dunia ini yg bisa mendeteksi penyakit dengan benar 100%," pungkas penyiar podcast Relatif Perspektif itu.
"Untuk bisa memprediksi kemampuan alat untuk memeriksa negatif&positifnya penyakit dlm suatu populasi,dlm penelitian ada tools yg kita pake untuk mengukur itu namanya Predictive Value. Sayangnya COVID-19 ini adalah penyakit baru yg alat tesnya juga baru shg kita blm punya datanya," tambahnya.
Shela menegaskan kembali bahwa di dalam dunia kedokteran, tidak ada hal yang bisa diyakini 100 persen.
Para dokter selalu menggunakan probabilitas.
Diagnosis penyakit pun selalu ada alternatifnya, yang biasa disebut sebagai diagnosis banding.
Jadi, bisa saja seseorang yang diduga terjangkit corona di awal, ternyata bukan.
Begitu pula dengan sebaliknya.
Berkaitan dengan apa yang ia unggah melalui akun Twitternya yang bernama @oxfara itu, dr Shela pun membuat disclaimer.
"Disclaimer: saya bukan orang yang paling kompeten terkait penyakit infeksi maupun virus Corona, semua yg saya paparkan sudah ada di jurnal ilmiah dan hanya saya bahasakan secara awam. Opini yang saya paparkan tidak mewakili pihak manapun," tulis Shela Putri Sundawa.(*)