"Pertemuan itu membahas permintaan pejuang Afganistan dan intelijen Pakistan untuk penyediaan logistik, obat-obatan, dan persenjataan buat pejuang Afganistan" kata Marsekal Madya (Purn) Teddy Rusdy yang saat itu menemani Benny.
Lalu, disepakatilah operasi bersama yang diberi nama Babut Mabur atau permadani terbang.
Operasi ini untuk mengirimkan senjata-senjata sumbangan dari Uni Soviet yang diterima Indonesia saat Trikora, diserahkan kepada pejuang Afganistan.
Tentu saja atas persetujuan Presiden Soeharto.
Teddy Rusdy dalam buku biografinya yang berjudul "Think Ahead" menyebut senjata itu diangkut ke Jakarta dan disimpan di bandara Halim Perdanakusuma.
"Waktu itu terkumpul 2000 pucuk senjata, cukup untuk dua batalion" kata Teddy.
Pekerjaan berikutnya, Teddy diperintah Benny untuk menghapus nomor seri senjata-senjata itu.
Baru pada Juli 1981, persiapan pengiriman mulai dilakukan.
Semua senjata dimasukkan ke peti dan diberi tanda palang merah.
Sebagai kamuflase, peralatan tempur ini dicampur dengan obat-obatan dan selimut.
Teddy juga ditugasi Benny mengantar peti-peti tersebut dengan kargo udara, memakai Boeing 707 milik Pelita Air.
Pesawat ini diawaki kapten Arifin, Andullah, dan Danur.
Seluruh aktivitas Teddy dipantau Benny dari Jakarta.
Benny juga meminta Teddy terus berkomunikasi menggunakan scrambler atau peralatan komunikasi milik intelijen.
Saat pesawat mendarat, intel Pakistan sudah siaga dengan membawa 20 truk .
Misi penyelundupan senjata pun sukses dan berhasil diterima oleh pejuang Afganistan. (Surya.co.id/Putra Dewangga Candra Seta)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Misi Super Rahasia Soeharto di Israel, Benny Moerdani Ancam Tak Akui Kewarganegaraan Jika Gagal