GridPop.id - Operasi plastik bagi sebagian orang dianggap perlu untuk mengubah penampilan.
Tak jarang mereka menghabiskan ratusan juta demi operasi plastik agar tampil sempurna.
Banyak yang percaya diri setelah operasi plastik dilakukan.
Korea Selatan belakangan ini dijadikan sebagai kiblatnya perawatan kecantikan.
Sejumlah perawatan kecantikan dari Korea Selatan selalu menjadi tren, mulai dari yang alami hingga melibatkan pisau bedah.
Hingga muncullah sebutan 'Dokter Hantu', yakni ahli bedah plastik atau operasi plastik dengan sedikit pengalaman yang ternyata sungguh membawa bahaya serius.
Mereka, para dokter yang tidak berlisensi ini jelas dapat menyebabkan bahaya bagi pasien di meja operasi Korea Selatan.
Kejadian mengerikan pun menimpa seorang mahasiswa berusia 26 tahun dari Cheonan, Park HI.
Dilansir dari Sandiegouniontribune.com, pada tahun 2015 silam, seorang mahasiswa berusia 26 tahun dari Cheonan, Park HI membayar 12 juta won (sekitar Rp160 juta) pada tahun 2012 atas operasi yang telah dijalankannya.
Park HI mempertajam garis rahangnya dengan operasi kosmetik.
Namun prosedur itu menjadi kacau, wajahnya seperti disayat-sayat.
Tak hanya itu, Park HI juga harus menanggung kelumpuhan parsial serta menderita edema.
"Saya pergi ke dokter Sang karena dia dulu sangat terkenal," kata Park.
Anehnya, dokter Sang menjanjikan prosedur operasi akan ditangani olehnya sendiri dan hanya akan memakan waktu seminggu.
Seperti yang kita tahu, Korea Selatan adalah surganya bedah plastik.
Lebih dari 4.000 klinik melakukan 250.000 operasi kosmetik setiap tahunnya.
Menurut International Society of Aesthetic Plastic Surgery, rasio tertingginya adalah sekitar 13 dari 1.000 orang yang memilih untuk melakukan operasi plastik.
Namun ahli bedah terkenal tidak dapat memenuhi semua permintaan yang begitu tinggi.
Akhirnya, banyak pasien yang memilih pergi ke 'dokter hantu'.
Park, yang pernah mendengar desas-desus tentang ahli bedah tiruan, menaruh perekam video di sakunya beberapa menit sebelum dibius.
Setelah dirinya sadar, apa yang dapat didengarnya sungguh membuatnya ngeri.
Saat Park tak sadarkan diri di bawah pengaruh obat bius, dokter bedah lain yang bukan dokter Sang datang dan mengolok-olok tubuhnya yang kurus.
Park mengeluh bahwa keputusannya melakukan operasi itu adalah keputusan terburuk dalam hidupnya.
Tidak menjadi seperti apa yang diidam-idamkannya, Park justru menderita edema wajah.
Saraf dagunya bahkan tidak dapat berfungsi dan hidungnya tampak kerdil.
Semua menjadi kebalikan-kebalikan dari yang diinginkannya.
Ada juga pasien yang merasa menjadi korban melaporkan klinik ke persidangan.
Namun dalam kasus-kasus seperti itu, pasien cenderung menemui kekalahan.
"Ketika seorang pasien pergi ke pengadilan, klinik akan menyerang balik dan menggugatnya sebagai bentuk pencemaran nama baik," kata An Gijong, perwakilan hukum Organisasi Aliansi Pasien Korea.
Selanjutnya, pasien membutuhkan sejumlah besar uang dan waktu untuk melanjutkan proses dan berujung pada kekalahan.
Salah satu organisasi yang paling keras menentang praktik ini adalah Asosiasi Ahli Bedah Plastik Korea, yang dipimpin oleh dokter veteran Kim Sungwoong.
Kim menekankan bahwa hal yang paling utama dalam proses operasi plastik adalah hubungan dokter dan pasien.
"Ahli bedah harus berusaha mengenali kliennya secara pribadi untuk kemudian mempelajari kasusnya dengan baik," ucapnya.
Artikel ini telah tayang di Intisari dengan judul 'Dokter Hantu': Menguak Sisi Gelap Operasi Plastik di Korea Selatan yang Bikin Merinding
(*)