Find Us On Social Media :

Rayakan Ulang Tahun Hanya Lewat Sebuah Pesan, Istri Luhut Binsar Padjaitan Ternyata Anak dari Menteri Era Soekarno, Begini Kisahnya yang Setia Mendampingi sang Jenderal TNI

By Arif B,None, Minggu, 18 Oktober 2020 | 05:00 WIB

Luhut Pandjaitan dan sang istri

Maka dari itu, melihat anak-anak dan cucu-cucu saya tumbuh dengan baik, membuat saya merasa berhutang pada istri saya .

Seorang yang cantik dan juga cerdas, yang rela mengorbankan cita-cita pribadinya demi mendidik anak-anak dan menjaga keluarga.

Saya merasa selalu berhutang kepada istri saya bahkan sampai sekarang. Sebagai anak seorang Menteri di zaman Presiden Soekarno, meninggalkan segala kenyamanan hidupnya tentu bukanlah hal yang mudah, tapi semua itu ia lakukan dengan ikhlas dan tanpa sedikitpun mengeluh.

Baca Juga: Blak-blakan Soal Fetishnya, Anya Geraldine Ungkap Kriteria Lelaki yang Mampu Buatnya Dimabuk Kepayang: Gue Suka Cowok Jahat, Tapi...

Bagi saya, Devi Pandjaitan Br Simatupang, adalah Devi yang sama yang saya kenal 50 tahun yang lalu,

Dia tetap teman bicara saya yang terbaik, perempuan yang selalu percaya kepada saya, selalu mendukung dan memahami apapun tugas yang diberikan kepada saya.

Hingga saya selalu membatin bahwa apapun pencapaian saya hingga saat ini, tidak lepas dari doa dan pengorbanan yang dilakukan istri saya.

Baca Juga: Jadi Saksi Bisu Ucapkan Janji Sehidup Semati Pada Syahrini, Ternyata Masjid Tokyo Camii Milik Reino Barack, Terbesar di Jepang dan Bertabur Interior Mewah

Saya pernah berjanji padanya bahwa selepas saya selesai bertugas di 2024 nanti, saya tidak akan menjabat lagi karena saya berpikir sudah waktunya saya menikmati hidup dengan fokus mengurus Yayasan Del, cita-cita hidup kami.

Sekaligus saya ingin memberikan contoh bahwa sebagai pejabat negara, jika sudah purna tugas alangkah lebih baiknya menikmati hidup dan tidak ikut mengurusi pekerjaannya lagi.

Karena saya percaya bahwa semua yang di bawah langit ada waktunya, dan jika sesuatu memang ditakdirkan untuk tidak lagi menjadi milik kita, mengapa kita harus terus mengejarnya?