“Kita tidak bisa dan tidak boleh kembali ke pola produksi dan konsumsi eksploitatif yang sama, pengabaian yang sama terhadap planet yang menopang semua kehidupan,
siklus panik dan campur tangan yang sama, serta politik yang memecah belah yang memicu pandemi ini,” katanya.
Tentang vaksin, Tedros berkata, “cahaya di ujung terowongan terus bertambah terang,” tetapi vaksin “harus dibagikan secara setara sebagai barang publik dunia,
bukan sebagai komoditas swasta yang memperlebar ketidaksetaraan dan menjadi alasan lain mengapa beberapa orang tertinggal.”
Dia mengatakan program akselerator akses peralatan Covid-19 (ACT-Accelerator) WHO yang mengembangkan dan mendistribusikan vaksin secara adil "berada dalam bahaya menjadi tidak lebih dari isyarat yang mulia" tanpa dana baru yang besar.
Dia mengatakan dana sebesar 4,3 miliar dollar AS (Rp 61 triliun) dibutuhkan segera untuk pengadaan vaksin massal dan pengiriman vaksin. Selain itu juga dibutuhkan 23,9 miliar dollar AS (Rp 339 triliun) untuk 2021.
Jumlah itu, kata Tedros, kurang dari setengah dari satu persen paket stimulus senilai 11 triliun dollar AS (Rp 156 kuadriliun) yang diumumkan sejauh ini oleh kelompok G-20, kumpulan negara-negara terkaya di dunia.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengajukan permohonan serupa untuk pendanaan ACT-Accelerator pada pembukaan sesi Sidang Umum pada hari Kamis (3/12/2020).
Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan pada hari Jumat (4/12/2020) bahwa Guterres frustrasi dan ingin melihat
"tingkat investasi yang jauh lebih tinggi oleh negara-negara yang dapat melakukannya."