GridPop.ID - Hingga saat ini, virus SARS-CoV-2 masih diteliti para ahli di seluruh dunia.
Pasalnya virus yang pertama kali teridentifikasi di Wuhan, China, itu terus menunjukkan gejala-gejala baru yang diderita pasien.
Dari yang awalnya hanya demam, batuk, sakit kepala, dan sesak napas hingga kini gejala Covid-19 bertambah.
Tercatat kini ada 3 gejala baru Covid-19. Mulai dari Anosmia hingga Parosmia.
1. Anosmia
Mengutip Kompas.com, 5 Desember 2020, anosmia adalah istilah yang merujuk pada menghilangnya kemampuan indera penciuman.
Anosmia biasanya terjadi akibat cedera kepala, masalah dengan saluran hidung, atau infeksi virus yang parah pada saluran pernapasan bagian atas.
Melansir laman Harvard Medical School (HMS), anosmia merupakan gejala neurologis utama, dan merupakan salah satu indikator Covid-19 paling awal yang paling sering dilaporkan.
Para peneliti menemukan bahwa virus SARS-CoV-2 rupanya tidak menyerang neuron indera penciuman secara langsung, melainkan sel-sel pendukungnya.
“Penemuan kami menunjukkan bahwa Novel Coronavirus mengubah indera penciuman pada pasien tidak dengan langsung menginfeksi neuron tetapi dengan mempengaruhi fungsi sel pendukung,” kata Sandeep Robert Datta , profesor neurobiologi di Blavatnik Institute di HMS.
Menurutnya, anosmia pada kasus infeksi SARS-CoV-2 tidak akan merusak sirkuit penciuman secara permanen dan menyebabkan anosmia terus menerus.
Sehingga ketika sudah pulih, besar kemungkinan untuk indra penciuman pasien kembali.
Sementara itu, beberapa penelitian mengisyaratkan bahwa anosmia pada Covid-19 berbeda dengan anosmia yang disebabkan oleh infeksi virus lain, termasuk oleh virus corona lain.
Pada pasien Covid-19 biasanya pemulihan indra penciuman terjadi dalam waktu beberapa minggu.
Masa pemulihan ini jauh lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan untuk pulih dari anosmia yang disebabkan oleh infeksi virus lain yang diketahui secara langsung merusak neuron sensorik penciuman.
2. Delirium
Mengutip Kompas.com, 11 Desember 2020, para peneliti dari Universitas Oberta de Catalunya (UOC), Barcelona, Spanyol, merilis sebuah studi pada awal November 2020.
Studi tersebut menyatakan bahwa delirium menjadi salah satu gejala yang muncul pada penderita Covid-19, terutama pada kelompok lanjut usia (lansia).
Delirium adalah perubahan tiba-tiba yang terjadi pada fungsi mental seseorang.
Gangguan ini menyebabkan perubahan cara berpikir dan perilaku serta tingkat kesadarannya.
Delirium juga memengaruhi kemampuan berkonsentrasi, berpikir, mengingat, dan pola tidur seseorang.
Dokter Spesialis Saraf dari Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), dr Rubiana Nurhayati mengatakan, delirium adalah keadaan ketika kesadaran seseorang menjadi terganggu.
"Keadaan ini disebabkan hypoxia atau kekurangan oksigen di otak. Kondisi ini sering terjadi pada pasien Covid-19, di mana saturasi oksigen menurun," kata dr Rubi, dikutip dari Kompas.com, 10 Desember 2020.
Dr Rubi mengungkapkan bahwa delirium sering terjadi pada penyakit-penyakit yang menganggu fungsi otak.
Namun, bisa juga terjadi pada pasien dengan kelainan metabolik, seperti hipoglikemia, hiponatremia dan lain sebagainya.
"Biasanya, gejalanya mudah mengatuk, bicara kacau, kadang tidak nyambung, kesadaran terganggu," jelas dia.
3. Parosmia
Mengutip Kompas.com, Minggu (3/1/2021) penderita Covid-19 yang berkepanjangan melaporkan adanya gejala baru yang mereka rasakan, yaitu parosmia.
Parosmia adalah gejala halusinasi mencium bau menyengat, seperti bau ikan yang amis, belerang, dan bau manis yang tidak enak.
Ahli bedah telinga, hidung dan tenggorokan (THT) di Edge Hill University Medical School, Profesor Nirmal Kumar menyebut parosmia sebagai gejala yang "sangat aneh dan sangat unik".
Kumar mencatat bahwa di antara ribuan pasien yang dirawat karena anosmia jangka panjang di seluruh Inggris, beberapa mengalami parosmia.
Melasir Healthline, parosmia biasanya terjadi setelah neuron pendeteksi aroma, atau yang juga disebut indra penciuman, mengalami kerusakan karena infeksi virus atau kondisi kesehatan lainnya.
Neuron-neuron itu melapisi hidung dan memberi tahu otak mengenai cara menafsirkan informasi kimiawi yang membentuk bau.
Kerusakan neuron pendeteksi aroma menyebabkan informasi kimiawi yang membentuk bau mencapai otak dengan cara berbeda, sehingga terjadi distorsi dan muncul dalam bentuk bau menyengat tidak sedap.
GridPop.ID (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul, Simak 3 Gejala Baru Covid-19, dari Anosmia hingga Parosmia