GridPop.ID - Nama Saipul Jamil belakangan ini sedang ramai diperbincangkan publik.
Bukan tanpa alasan, ia jadi bahan gunjingan lantaran glorifikasi kebebasannya yang dianggap terlalu berlebihan.
Padahal seperti kita tahu, mantan suami Dewi Perssik itu merupakan mantan narapidana yang pernah melakukan kejahatan seksual pada anak di bawah umur.
Atas tindakannya itu, Saipul Jamil harus menjalani hukuman penjara selama 5 tahun terakhir ini.
Namun kebebasan Saipul Jamil pada Kamis (2/9/2021) lalu justru disambut begitu meriah bak seorang pahlawan, seolah tak terjadi tindak kejahatan apapun sebelumnya.
Alhasil publik di dunia maya maupun dunia nyata pun berbondong-bondong menghujat kembalinya sang pedangdut ke dunia hiburan.
Bahkan, muncul petisi bertajuk 'Boikot Saipul Jamil dari Televisi dan YouTube' di laman Change.org.
Dalam pantauan Kompas tv, Selasa (7/9/2021) pukul 13.00 WIB, petisi itu sudah memperoleh sebanyak 473.680 tanda tangan dari target 500.000.
Kendati demikian, hujatan demi hujatan pun masih ramai ditujukan pada penyanyi tersebut hingga tak sedikit pula yang memberi label Saipul Jamil sebagai pedofilia.
Namun ternyata label pedofilia yang disematkan pada sosok Saipul Jamil tersebut dibantah oleh salah satu pakar Psikologi Forensik (Spifor) ini.
Dilansir dari Sosok.ID, Pakar Psifor Reza Indragiri Amriel menilai aneh bahwa Saipul Jamil dibenci banyak orang hingga diboikot penampilannya.
Hal itu tak lain lantaran label yang disematkan pada Saipul Jamil sebagai pedofilia.
"Karena korban SJ, saat kejadian, berumur di bawah delapan belas tahun. Artinya, mengacu UU Perlindungan Anak, si korban memang masih berusia anak-anak. Tapi karena si korban sudah melewati usia pubertas, maka SJ tidak bisa dikategori sebagai pedofilia," papar Reza dikutip dari Wartakotalive.com, Minggu (5/9/2021).
Pedofilia, kata Reza, merupakan sebutan khusus bagi orang yang punya ketertarikan seksual utamanya atau semata-mata pada anak-anak berusia prapubertas.
"Sebutan yang lebih tepat bagi SJ adalah ephebophilia. Tapi itu pun perlu dicek apakah SJ memang punya berahi yang eksklusif tertuju pada anak-anak pascapubertas," ujar Reza.
"Ephebophilia sendiri bukan kelainan, sebagaimana pedofilia. Ketertarikan seksual orang dewasa pada orang-orang berumur pascapubertas dan pradewasa sesungguhnya biasa saja," tambah Reza.
Toh kata Reza, mereka yang berada antara usia pascapubertas dan pradewasa pada umumnya juga sudah punya minat seksual.
"Walau begitu, jangan diartikan bahwa saya mendukung seks dengan mereka yang berada pada rentang usia tersebut. Seks terbenarkan hanya dalam relasi perkawinan, titik," katanya.
"Kembali ke SJ. Berulang kali dia dikabarkan dekat dengan wanita dewasa. Berarti kontak seksual SJ dengan korbannya sepertinya juga tak bisa disebut sebagai ephebophilia," katanya.
Karena Saipul Jamil dan korbannya berjenis kelamin sama, menurut Reza, maka ia bisa jadi seorang homoseksual.
"Lebih spesifik lagi, homoseksual fakultatif. Yaitu, mungkin karena tak ada partner yang sah, maka 'tak ada rotan akar pun jadi'," katanya.
Dengan koreksi sedemikian rupa, kata Reza, maka mereka yang memusuhinya karena Saipul Jamil adalah pelaku kejahatan pedofilia, tampaknya keliru paham.
"Semestinya mereka membenci SJ karena SJ adalah pelaku kejahatan seksual terhadap anak atau tanpa embel-embel pedofilia, dan perbuatan jahatnya itu berupa homoseksual fakultatif," kata Reza.
GridPop.ID (*)