Find Us On Social Media :

Tak Sebabkan Penyakit Parah, WHO Tegaskan Virus Omicron Tak Boleh Dianggap Remeh hingga Peringatkan Hal Ini Agar Sistem Perawatan Kesehatan Tak Kewalahan

By Lina Sofia, Sabtu, 8 Januari 2022 | 14:22 WIB

Covid-19 varian Omicron.

GridPop.ID - Kabar menculnya Virus Covid-19 Varian baru B.1.1.529 Omicron ini cukup menghebohkan dunia.

Apalagi usai libur natal dan tahun baru (nataru) kemarin, virus varian baru ini jadi perhatian WHO.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ini dengan tegas memperingatkan seluruh masyarakat untuk tidak menganggap remeh varian B.1.1.529 atau Omicron ini.

Dilansir dari Kompas.com WHO mengatakan, varian Omicron diketahui tidak menyebabkan penyakit parah, tetapi lebih cepat menular dibandingkan varian sebelumnya.

Pihaknya juga menyebut infeksi Covid-19 akibat varian Omicron tak boleh dikategorikan sebagai penyakit ringan.

"Meskipun Omicron tampaknya tidak terlalu parah dibandingkan Delta, terutama pada mereka yang divaksinasi, tidak berarti dikategorikan ringan," ujar Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers di Jenewa.

Melansir dari Reuters, Tedros memperingatkan potensi 'tsunami' Covid-19 ini akan terjadi jika infeksi global melonjak karena varian Omicron dan Delta, yang mana akan menyebabkan sistem perawatan kesehatan kewalahan.

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, pimpinan WHO untuk manajemen klinis Janet Diaz memaparkan, bahwa studi awal menunjukkan risiko rawat inap akibat Omicron lebih rendah dibandingkan dengan varian Delta.

Varian yang pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan dan Hong Kong pada November 2021 ini, tampaknya tidak menyebabkan keparahan penyakit pada kelompok usia muda dan dewasa.

Baca Juga: Pentingnya Jaga Pola Hidup Sehat di Tengah Serangan Omicron, Ini 5 Kebiasaan yang Nggak Boleh Kamu Lewatkan!

Pernyataan terkait penurunan risiko penyakit parah dibarengi dengan data lain, termasuk riset dari Afrika Selatan dan Inggris.

Akan tetapi, laporan yang ada sejauh ini tidak memberikan rincian lengkap tentang studi maupun usia pasien yang dianalisis.

Dampak varian Omicron pada orang tua merupakan salah satu pertanyaan besar yang belum terjawab, karena sebagian besar kasus yang dipelajari meneliti kelompok usia yang lebih muda.

Di samping itu, Tedros mengulangi seruannya untuk kesetaraan global terkait distribusi dan akses ke vaksin Covid-19.

"Berdasarkan tingkat peluncuran vaksin saat ini, 109 negara tidak dapat mencapai target WHO untuk 70 persen populasi dunia untuk divaksinasi penuh pada Juli," kata Tedros.

Target ini, dinilai dapat mengakhiri pendemi Covid-19 yang telah berjalan selama dua tahun.

"Vaksin booster di sejumlah kecil negara tidak akan mengakhiri pandemi sementara miliaran orang sama sekali tidak terlindungi (vaksin)," katanya.

Penasihat WHO Bruce Aylward mengatakan, sebanyak 36 negara bahkan belum mencapai 10 persen cakupan vaksinasi Covid-19.

Sebanyak 80 persen pasien yang mengalami penyakit parah di seluruh dunia belum divaksinasi.

Dalam laporan epidemiologi mingguannya, WHO mengatakan kasus Covid-19 meningkat 71 persen atau 9,5 juta kasus dalam sepekan.

Sementara kasus kematian akibat infeksi virus corona turun 10 persen, atau sekitar 41.000 kasus.

Baca Juga: Waspada! Awalnya Dinyatakan OTG, Warga Surabaya yang Terinfeksi Omicron Ternyata Sempat Keluhkan Gejala Ini!

Di tengah penyebaran cepat bak kilat varian Omicron, beberapa pasien melaporkan gejala baru yang aneh yakni keringat malam.

Umumnya terkait dengan kondisi lain, seperti flu, kecemasan, atau bahkan kanker, keringat malam lebih jarang dikaitkan dengan Covid-19 sebelum varian Omicron mulai menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. 

Dilansir dari Tribun Timur, keringat malam adalah episode berulang dari keringat ekstrem yang bisa "merendam" pakaian dan seprai Anda, menurut Mayo Clinic, seperti dikutip Fortune.

Keringat malam adalah salah satu dari beberapa gejala berbeda yang muncul untuk membedakan Omicron dari varian virus corona lainnya, bersama dengan sakit tenggorokan. 

Fortune melaporkan, Dr John Torres, koresponden medis senior NBC News, mengatakan pada acara Today, keringat malam adalah "gejala yang sangat aneh".

Itu sebabnya, Dr. Amir Khan dari Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) meminta masyarakat untuk waspada terhadap keringat malam sebagai tanda untuk menjalani tes Covid-19.

Dalam beberapa minggu terakhir, banyak orang melaporkan tentang keringat malam akibat Covid-19 di media sosial.

Beberapa pengguna Twitter mengatakan, gejala baru hanya menambah kebingungan dan kecemasan tentang apakah seseorang terpapar Covid-19 atau tidak.

Sebelumnya, Dr Angelique Coetzee, dokter Afrika Selatan yang pertama kali memberi tahu pihak berwenang tentang Omicron, mengungkapkan, keringat malam adalah gejala umum varian itu, selain nyeri otot, kelelahan, dan tenggorokan gatal. 

Baca Juga: Waspada! Varian Omicron Transmisi Lokal Mulai Terdeteksi di Indonesia, Kemenkes Umumkan 1 Pasien Positif yang Sempat Kunjungi Restoran di SCBD 

GridPop.ID (*)