GridPop.ID - Mantan pegawai Bung Karno di masa lalu ini sempat menjadi sorotan beberapa waktu lalu.Diketahui, kakek ini dulunya merupakan pengawal orang nomor satu di Indonesia itu.Namun, kakek ini justru menghabiskan masa tuanya dengan bekerja keras jualan koran di tengah terik matahari.Tentunya, kehidupannya tak sejaya di masa lalu.Dilansir dari laman tribunnewsmaker.com, kakek ini adalah Mbah Waris.Menanggapi video viral Mbah Waris yang berjualan koran di pinggir jalan, pemerintah Kota Surabaya langsung bertindak cepat.Video viral yang menunjukkan aktifitas Mbah Waris mencari pundi-pundi rupiah dengan berjualan koran diunggah oleh akun YouTube bernama Cak Budi Official.Dari video tersebut, tampak lelaki renta yang duduk di bawah lampu merah sembari menunggui koran jualannya.Orang yang ada dalam video, Cak Budi lantas menghampiri lelaki renta tersebut untuk memberikan bantuan dan mengorek informasi tentang sosoknya.
Tak disangka, ternyata sosok renta penjual koran tersebut dulunya adalah pengawal Bung Karno yang bernama Mbah Waris (86).Mulanya, Mbah Waris menceritakan apa yang ia makan di pagi hari.Namun, saat ia bercerita terselip nama Bung Karno di pembicaraannya."Saya gini dik, kalau pagi itu masih ndak seberapa. (Tapi) tempe goreng atau telo (ubi) goreng itu udah kenyang. Karena dulu Bung Karno di Irian ya makannya itu (telo) jadi saya ngikut Bung Karno," kata Mbah Waris seperti dikutip dari channel YouTube Cakbudi Official, Senin (8/9/2019).Cak Budi yang mendengarkan cerita beliau lantas terkejut dengan apa yang ia ceritakan.Cak Budi lantas menanyakan bagaimana kisah Mbah Waris di masa-masa perjuangan tersebut.Mbah Waris lantas menjawab bahwa ia bekerja sebagai pengawal Bung Karno di masa ia hidup."Kita itu pengawalnya Bung Karno dik, jadi di mana Bung Karno ada kita kawal Bung Karno. Jadi Bung Karno turun di Wonokromo sampai Tugu Pahlawan kita kawal. Sudah blenger berjuang," tutur Mbah Waris.Mbah Waris mengaku memiliki enam orang anak.
Ia pun menceritakan bahwa anaknya kini masih bersekolah di Surabaya.Setiap harinya Mbah Waris akan berjualan koran di persimpangan lampu merah.
Mengetahui kisah pilu yang dialami Mbah Waris, Pemerintah Kota Surabaya lantas bertindak cepat menangani kasus ini.Melalui Facebook resmi Command Center Surabaya, Pemkot Surabaya telah memberikan sejumlah bantuan kepada mantan pengawal Bung Karno tersebut.Dari tulisan tersebut, diketahui bahwa Mbah Waris bukan warga asli Surabaya melainkan warga Kediri.Pihak pemerintah kota pun sempat mengantar Mbah Waris kembali ke tempat asalnya, namun ia kembali lagi lantaran masih menunggu anaknya selesai sekolah.Berikut postingan Command Center Surabaya di Facebook:"Terkait ramainya postingan kakek yang mengaku sebagai mantan pengawal Presiden Sukarno, Pemkot Surabaya sudah melakukan gerak cepat.Kemarin malam, Pemkot Surabaya tim dari @bpblinmas.surabaya @dinsoskotasurabaya sudah menemui Mbah Waris di kediamannya. Pemkot Surabaya sudah menangani Mbah Waris dengan baik.Mbah Waris sekeluarga merupakan warga Kediri yang kos di Jalan Panjang Jiwo. Sebelum ini, Pemkot Surabaya pernah mengantar pulang Mbah Waris ke kampung halamannya.Namun, Mbah Waris memilih kembali ke Surabaya. Ini dikarenakan beliau menunggu anaknya yang masih bersekolah, kurang setahun lagi dan berencana akan kembali ke desanya.Terima kasih kepada @cakbudi_official yang sudah membantu Mbah Waris. Kami mengajak semua warga Surabaya yang menemukan hal serupa bisa menghubungi kami atau lewat akun @surabaya dan @sapawargasbyKarena kami berharap, bisa segera membantu menangani jika ada warga Surabaya yang benar - benar membutuhkan."
Kisah Sumiasih, Veteran Pembawa Amunisi untuk Pejuang Saat Perang KemerdekaanSumiasih adalah seorang veteran perempuan Perang Kemerdekaan Indonesia asal Solo, Jawa Tengah, yang masih diberikan umur panjang.Dilansir dari laman kompas.com, Warga Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres ini usianya sudah 99 tahun. Dalam usianya yang hampir satu abad itu, ia berjualan kebutuhan sehari-hari di rumahnya.Sumiasih menceritakan, ikut berperang merebut Kemerdekaan pada usia remaja tepatnya 19 tahun dengan melawan pasukan Jepang dan Belanda. Namun, perjuangannya melawan Jepang berakhir pada 1948, dilanjutkan serangan 4 Maret 1948 sampai 1954. Sumiasih mengawali tugasnya sebagai seorang juru masak tentara pejuang Indonesia. Kemudian dia ditugaskan sebagai mata-mata. Tidak hanya itu, Sumiasih ikut gerilya pada malam hari untuk merampas persenjataan musuh berupa amunisi (peluru). "Tugas saya dulu memasak sama bawa peluru tentara Indonesia," kata Sumiasih ditemui di rumahnya, Selasa (9/11/2021).Sumiasih mengatakan amunusi tersebut diambil untuk diserahkan kepada tentara pejuang Indonesia yang sedang berperang.
Agar tidak diketahui musuh, amunisi tersebut dia selipkan di stagen (semacam korset berbentuk kain panjang yang dililitkan ke perut).Sumiasih mengaku pernah tertangkap tentara Jepang dalam perjalanan mengantar amunisi untuk pejuang Indonesia. Beruntung, tentara Jepang yang menangkapnya tersebut tidak sampai menggeledah barang bawaannya.Sumiasih merasa lega setelah berhasil lolos dari sekapan musuh. Ia kembali melanjutkan perjalanan mengantar amunisi kepada pejuang Indonesia. Indonesia telah merdeka. Tapi, kehidupan Suamiasih masih jauh dari kesejahteraan. Sumiasih tinggal di rumah berukuran 56 meter persegi. Sumiasih hidup sebatang kara. Suaminya Purwadi meninggal dunia tahun 2.000. Sedangkan putra angkatnya Joko Santoso meninggal tahun 2018 karena sakit.