GridPop.ID - Kasus pembunuhan Brigadir J masih terus menyita perhatian publik.
Sidang vonis kelima terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J telah dimulai sejak Senin (13/2/2023), yang diawali dengan pembacaan putusan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Dirangkum Tribunnews.com, berikut ini daftar vonis Ferdy Sambo cs dalam kasus Brigadir J:
1. Ferdy Sambo
Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, dijatuhi vonis hukuman mati oleh Hakim Ketua, Wahyu Iman Santoso, dalam sidang, Senin.
Vonis ini lebih berat dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yaitu seumur hidup.
Ferdy Sambo dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal yang dikenakan padanya.
Yaitu, Pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun2008 tentang ITE jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta melakukan pembunuhan berencana, dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya, yang dilakukan secara bersama-sama."
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana mati," ujar Hakim Ketua Wahyu, Senin, dikutip dari tayangan Breaking News KompasTV.
Dalam putusannya, Hakim Ketua Wahyu membacakan tujuh hal yang memberatkan Ferdy Sambo, yaitu:
Baca Juga: Daftar 50 Pinjol Ilegal Terbaru yang Dirilis SWI, Waspada Jangan Sampai Terjebak!
1) Perbuatan terdakwa dilakukan terhadap ajudan sendiri yang telah mengabdi padanya kurang lebih tiga tahun;
2) Perbuatan terdakwa telah mengakibatkan duka yang mendalam bagi keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat;
3) Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat;
4) Perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum dan pejabat utama Polri, yaitu Kadiv Propam Polri;
5) Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional;
6) Perbuatan terdakwa telah menyebabkan banyaknya anggota Polri lainnya turut terlibat;
7) Terdakwa berbelit-belit memberikan keterangan di persidangan dan tidak mengakui perbuatannya.
Sementara itu, Hakim Ketua Wahyu menyatakan tidak ada hal yang meringankan Ferdy Sambo.
"Hal yang meringankan, tidak ditemukan adanya hal yang meringankan dalam hal ini," tegasnya.
2. Putri Candrawathi
Senada dengan sang suami, Putri Candrawathi juga dijatuhi vonis yang lebih berat dibanding tuntutan JPU, yaitu delapan tahun penjara.
Baca Juga: Jadi Host Konser BLUE, Indra Bekti Ngaku Pikirannya Masih Antara Nyata dan Dunia Halu
Oleh Hakim Ketua, Wahyu Iman Santoso, Putri Candrawathi dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam pembunuhan berencana.
Karena itu, ibu empat anak ini dijatuhi vonis hukuman 20 tahun penjara.
"Menyatakan mengadili terdakwa Putri Candrawathi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta melakukan pembunuhan berencana."
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana penjara selama 20 tahun."
"Menetapkan lamanya masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan," beber Hakim Ketua Wahyu.
Sementara itu, Hakim Anggota, Alimin Ribut Sujono, membacakan pertimbangan Majelis Hakim, mengapa menjatuhkan vonis 20 tahun penjara pada Putri Candrawathi.
Mengingat perannya sebagai pengurus pusat Bhayangkari, Putri Candrawathi dinilai seharusnya bisa menjadi contoh dan teladan anggotanya.
Berikut ini selengkapnya hal-hal yang memberatkan Putri Candrawathi:
1) Terdakwa selaku istri seorang Kadiv Propam Polri yang sekaligus sebagai pengurus pusat Bhayangkari, sebagai Bendahara Umum seharusnya dapat menjadi tauladan dan menjadi contoh anggota Bhayangkari lainnya sebagai pendamping suami;
2) Perbuatan terdakwa mencoreng nama baik organisasi para istri polisi, Bhayangkari;
3) Terdakwa berbelit-belit dan tidak berterus terang dalam memberikan keterangan di persidangan sehingga menyulitkan jalannya persidangan;
4) Terdakwa tidak mengakui kesalahannya dan justru memposisikan dirinya sebagai korban;
5) Perbuatan terdakwa telah menimbulkan dampak dan kerugian yang besar pada berbagai pihak, baik material maupun moril, bahkan memutus masa depan banyak personel anggota kepolisian.
Seperti Ferdy Sambo, tak ada hal yang meringankan Putri Candrawathi.
"Hal-hal yang meringankan tidak ada," kata Hakim Anggota, Alimin Ribut.
3. Kuat Maruf
Sebelumnya, Kuat Maruf dituntut hukuman delapan tahun penjara oleh JPU.
Namun, vonis yang diberikan kepadanya adalah hukuman penjara 15 tahun.
Oleh Majelis Hakim, Kuat Maruf dinyatakan terbukti ikut serta dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
"Telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan berencana."
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kuat Maruf dengan pidana penjara selama 15 tahun," kata Hakim Ketua Wahyu.
Sebagai pertimbangan vonis tersebut, berikut ini hal-hal yang memberatkan Kuat Maruf:
1) Terdakwa tidak sopan di persidangan;
2) Terdakwa berbelit-belit dan tidak berterus terang dalam memberikan keterangan di persidangan, sehingga sangat menyulitkan jalannya persidangan;
3) Terdakwa tidak mengaku bersalah dan memposisikan dirinya tidak tahu-menahu dengan perkara ini;
4) Terdakwa tidak memperlihatkan rasa penyesalan dalam setiap persidangan.
Berbeda dari Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, tanggung jawab Kuat Maruf sebagai kepala keluarga menjadi hal yang meringankan.
"Terdakwa masih mempunyai tanggungan keluarga," ujar Hakim Anggota, Morgan Simanjuntak.
4. Ricky Rizal
Meski sama-sama dituntut delapan tahun penjara oleh JPU, vonis Ricky Rizal lebih rendah dua tahun dibandingkan Kuat Maruf.
Ia divonis hukuman penjara 13 tahun karena dinilai telah terlibat dalam pembunuhan berencana Brigadir J.
"Menyatakan terdakwa atas nama Ricky Rizal telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta melakukan pembunuhan berencana."
"Menjatuhkan pidana dengan terdakwa tersebut dengan penjara selama 13 tahun," kata Hakim Ketua Wahyu.
Dibandingkan terdakwa lainnya, Ricky Rizal hanya mempunyai dua hal yang memberatkan, yaitu dinilai berbelit-belit dan telah mencoreng nama baik Polri.
"Terdakwa sampai dengan pemeriksaan ini dinyatakan selesai, masih berbelit-belit dan tidak berterus terang dalam memberikan keterangannya di persidangan, sehingga sangat menyulitkan jalannya persidangan."
"Perbuatan terdakwa telah mencoreng nama baik institusi kepolisian," urai Hakim Ketua.
Lebih lanjut, Hakim Ketua Wahyu membacakan hal-hal yang meringankan Ricky Rizal.
Pria asal Tegal, Jawa Tengah ini dinilai bisa memperbaiki perilakunya di masa depan.
Juga, karena masih memiliki tanggungan keluarga.
"Terdakwa masih mempunyai tanggungan keluarga, terdakwa diharapkan masih bisa memperbaiki perilakunya di kemudian hari," kata Hakim Ketua Wahyu.
5. Richard Eliezer
Hanya Bharada E yang mendapat vonis lebih ringan dibanding tuntutan JPU.
Ia hanya divonis satu tahun enam penjara, dari tuntutan sebelumnya 12 tahun penjara.
"Menyatakan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta melakukan pembunuhan berencana. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan," kata Hakim Ketua Wahyu.
Sementara itu, hanya ada satu hal yang memberatkan Bharada E.
Ia dinilai tidak menghargai kedekatannya dengan Brigadir J lantaran bersedia memenuhi perintah Ferdy Sambo untuk membunuh almarhum.
"Hubungan yang akrab dengan korban tidak dihargai terdakwa, sehingga akhirnya korban Yosua meninggal dunia," ujar Hakim Anggota.
Berikut ini hal-hal yang meringankan Bharada E:
1) Terdakwa adalah saksi pelaku yg bekerja sama;
2) Terdakwa bersikap sopan di persidangan;
3) Terdakwa belum pernah dihukum;
4) Terdakwa masih muda dan diharapkan mampu memperbaiki perbuatannya di kemudian hari;
5) Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi;
6) Keluarga korban Nofriansyah Yosua Hutabarat telah memaafkan perbuatan terdakwa.
Kronologi kasus pembunuhan Brigadir J
Dilansir dari pemberitaan kompas.com, kasus pembunuhan Brigadir J mulai mencuat saat publik dikejutkan dengan peristiwa di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022. Peristiwa itu awalnya disebut sebagai tembak-menembak antara dua ajudan Ferdy Sambo, Brigadir J, dan Bharada Richard Eliezer atau Bharada E.
Peristiwa tembak-menembak dua polisi itu menurut keterangan awal Mabes Polri dipicu oleh pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Kapolres Metro Jakarta Selatan saat itu, Kombes Pol Budhi Herdi Susianto dalam konferensi pers 12 Juli 2022 mengatakan, pelecehan seksual terjadi saat Putri sedang tidur di salah satu kamar.
Putri yang terbangun kemudian berteriak minta tolong dan sempat diancam oleh Brigadir J menggunakan pistol.
Teriakan Putri didengar oleh Bharada E yang sedang berada di lantai dua rumah.
Saat Bharada E menanyakan apa yang terjadi, Brigadir J justru menembak hingga terjadi tembak-menembak dan berakhir dengan tewasnya Brigadir J. GridPop.ID (*)
Baca Juga: Pamer Pakai Baju Koko dan Peci, Penampilan Terbaru Aming Sukses Bikin Satu Indonesia Heboh