Dan sebuah meta-analisis yang diterbitkan pada tahun 2019 di The Journal of Sexual Medicine membuktikan bahwa hubungan seksual selama kehamilan umumnya diyakini sebagai pemicu timbulnya kontraksi dan persalinan.
Namun, pada kehamilan berisiko rendah, seks tidak berkaitan dengan kelahiran prematur, ketuban pecah dini, atau persalinan spontan.
Mitos mengenai seks dapat memicu persalinan terjadi karena adanya fakta bahwa seks bisa menyebabkan iritasi mekanis pada serviks.
“Saat berhubungan seks, gesekan fisik dan sentuhan serviks oleh penis berpotensi memengaruhi lendir serviks dan merangsang pelepasan zat perangsang persalinan pada orang dengan riwayat persalinan dini atau serviks yang lemah,” kata Shepherd.
Seks juga melibatkan dua hormon yang penting untuk persalinan, yakni prostaglandin dan oksitosin.
Cairan semen pria mengandung konsentrasi prostaglandin tertinggi.
Jika kamu melakukan seks tanpa kondom, hormon prostaglandin tersebut bisa menyentuh serviks.
Pada akhirnya, serviks menjadi lemas dan membuka, sehingga memicu timbulnya kontraksi.
"Sementara itu, orgasme memicu lonjakan pelepasan oksitosin, yang merupakan kunci produksi kontraksi persalinan," tambah Dr. Gersh.
Penelitian juga menemukan bahwa tubuh melepaskan oksitosin saat orgasme.
Hormon tersebut mirip dengan Pitocin-obat yang digunakan penyedia layanan kesehatan untuk memulai atau mempercepat persalinan karena menyebabkan kontraksi rahim.