GridPop.ID - M Thaher Hanubun yang kini menjabat sebagai Bupati Maluku Tenggara (Matra) kini tengah jadi sorotan.
Bagaimana tidak? M Thaher Hanubun dilaporkan ke polisi setelah dituding rudapaksa pegawai kafe.
Melansir dari laman kompas.com, laporan resmi telah dimasukan ke SPKT Podla Maluku, Jumat (1/9/2023) dengan nomor laporan TBL/230/IX/2023/MALUKU/SPKT.
Berdasarkan informasi dari ruang pemeriksaan SPKT Polda Maluku, dugaan pelecehan terjadi pada April 2023.
Saat itu korban dipanggil dan diminta untuk memijat terduga di kamar.
Menurut korban, terlapor memaksa memegang bagian tubuhnya hingga terjadi pelecehan.
Pada Agustus 2023, terlapor disebut melakukan hal serupa dan ditolak oleh pelapor.
Penolakan tersebut berujung pemecatan dirinya sebagai karyawan kafe.
Setelah tudingan tersebut, Bupati Maluku Tenggara itu kemudian memutuskan untuk menikahi korban dengan mahar fantastis yakni sebesar Rp 1 M.
Padahal TSA sudah sempat dimintai keterangan Polda Maluku dan telah menjalani visum di RS Bhayangkara atas klaimnya dirudapaksa Thaher Hanubun.
Istri Sah Thaher Hanubun Ikut Disorot
Muhammad Thaher Hanubun merupakan mantan anggota DPRD Provinsi Maluku pada 2013 dari Fraksi PAN.
Kini, Thaher Hanubun menjabat sebagai Bupati Maluku Tenggara setelah tiga kali ikut bertarung dalam pemilihan bupati dan wakil bupati, namun selalu kalah.
Thaher Hanubun menjabat Bupati Maluku Tenggara sejak 31 Oktober 2018.
M Thaher Hanubun kelahiran Danar Ternate, Maluku Tenggara, pada 3 Agustus 1958.
Diketahui, M Thaher Hanubun memiliki istri bernama Eva Eliya yang saat ini menjadi Bunda Literasi dan sekaligus Ketua TP PKK Kabupaten Maluku Tenggara.
Sebelumnya, M Thaher Hanubuan profesi sebagai guru di salah satu SMA di Jakarta dan terjun ke politik menjadi anggota DPRD Maluku Tenggara 2013.
M Thaher Hanubuan berpasangan dengan Petrus Beruatwarin yang didukung empat partai, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dalam Pilkada tahun 2018.
Kasus dugaan rudapaksa atau pelecehan seksual yang diduga dilakukan Bupati M Thaher Hanubuan menjadi sorotan Komnas Perempuan dan Menteri PPPA.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengecam cara terduga pelaku rudapaksa, oknum Bupati, yang menikahi korban.
Hal itu merupakan modus oknum Bupati untuk melarikan diri dari tanggung jawab secara hukum.
"Modus kawin atau pernikahan seringkali ditemukan sebagai cara terlapor melarikan diri dari tanggung jawab secara hukum," ungkapnya.
Baca Juga: Kepincut Kemolekan Ibu Muda yang Mau Urus Surat Cerai, Kades di Konawe Selatan Rudapaksa Korban
Mengutip TribunAmbon.com, modus seperti itu sangat dikenali. Bahkan, dalam UU PTSK pasal 10 secara tertulis menegaskan, gelagat ini sebagai bagian dari tindak pemaksaan perkawinan.
Ia menambahkan, jika kepolisian tak menemukan ada indikasi yang kuat untuk menghindari proses hukum, maka pihak berwajib bisa menggunakan pasal pemaksaan perkawinan tersebut.
“Terdapat pasal pemaksaan perkawinan dalam UU TPSK. Jika ada indikasi, kepolisian bisa menggunakan pasal itu. Apalagi tindak pemaksaan bukan delik aduan,” lanjutnya.
Pihaknya pun mendorong kepolisian untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh serta melihat adanya kemungkinan pemaksaan perkawinan.
“Kita mendorong kepolisian memeriksa laporan pertama dan melihat upaya pemaksaan perkawinan. Jika ada, harus diperiksa lebih lanjut,” pungkasnya.
Polda Maluku: Pelapor Menarik Laporan
Sementara, Kabid Humas Polda Maluku, Roem Ohoirat mengatakan, pihaknya telah menerima surat penarikan laporan pada Rabu (6/9/2023), kurang dari sepekan setelah laporan dilayangkan pada Jumat (1/9/2023) lalu.
"Hari Rabu (5/9/2023) penyidik menerima surat dari pelapor yang isinya pelapor menarik kembali laporannya dan tidak menghendaki proses lebih lanjut dengan alasan menerima kenyataan ini sebagai musibah dan ingin ketenangan," katanya.
Meski laporan dicabut, pihak kepolisian tetap melanjutkan proses hukum karena TPKS tak bisa diselesaikan di luar pengadilan.
Namun, Roem mengaku, pihaknya banyak mengalami kendala dari pelapor.
"Sejak kasus ini dilaporkan, setiap hari penyidik mendatangi kediaman pelapor untuk melakukan pendampingan, namun pernah ditolak oleh orangtua pelapor dengan alasan pelapor ingin ketenangan," katanya.
Mengutip TribunAmbon.com, kini pihak kepolisian tak mengetahui di mana keberadaan keluarga dan korban.
"Hari Sabtu (9/9/2023) penyidik mendatangi kediaman pelapor, namun pelapor dan orang tua pelapor sudah tidak ada, keterangan dari salah satu keluarga yang menjaga rumah tersebut bahwa pelapor dan kedua orangtuanya sudah ke Jawa," tandasnya. GridPop.ID (*)