Irwan menyebutkan, minimnya upaya peningkatan kemampuan pengasuhan bisa berdampak panjang, salah satunya adalah tidak adanya perubahan generasi yang lebih baik.
Dia mencontohkan, dalam menyongsong Indonesia Emas 2045, salah satu yang dibutuhkan adalah mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul, berkualitas, dan memiliki karakter.
“Kalau orangtua tidak membekali anak-anaknya dengan pola pengasuhan yang baik, mungkin mereka tidak akan siap menghadapi atau bersaing dengan tuntutan zaman ke depan,” jelasnya.
Oleh karenanya, Irwan mengatakan, orangtua perlu meningkatkan kapasitas diri dalam pengasuhan, salah satunya dengan menerapkan pola pengasuhan positif atau positive parenting.
Dia mengatakan, positive parenting merupakan pola pengasuhan yang cukup efektif dalam menghindari kekerasan dalam rumah tangga, baik untuk orangtua maupun anak.
Pola pengasuhan tersebut mengajak para orangtua untuk mendisiplinkan anaknya melalui penerapan metode bertanya.
Fasilitator Rumah Anak SIGAP Pasirjaksa, Pandeglang, Ade menambahkan, positive parenting dilakukan dengan mengajak orangtua menjadi role model bagi anak.
“Kemudian, orangtua memberikan reward kepada anak-anak ketika melakukan sesuatu yang baik dengan memuji, memeluk, mencium, atau sebagainya,” katanya kepada Kompas.com, Jumat (16/12/2022).
Positive parenting dapat membantu anak mencapai perkembangannya secara optimal, seperti bahasa, kognitif, fisik, sosial, emosional, hingga moral.
Pola pengasuhan ini ditujukan kepada anak usia nol sampai tiga tahun karena lebih dari itu stimulasi sudah tidak bisa dilakukan.
Ade menjelaskan, contoh positive parenting yang bisa dilakukan orangtua di rumah, yakni mengajak anak terlibat ketika memasak dengan membantu mengambilkan piring atau sesuai dengan kemampuan anak.
Baca Juga: Sempat Disinggung Jusuf Kalla, Ini Arti Kata Silent Majority yang Lagi Viral di TikTok
Ketika anak melakukan kesalahan, kata dia, orangtua tidak boleh menggunakan kata “jangan” atau “tidak” serta lebih proaktif dengan menjelaskan kesalahannya.
“Misalnya anak berlari-lari, orangtua tidak seharusnya mengatakan, ‘Jangan lari’, tetapi lebih menjelaskan, ‘Adik, hati-hati kalau berlari’,” terangnya. GridPop.ID (*)