GridPop.ID - Bukan Nikita Mirzani namanya jika tidak membuat sensasi yang kerap mengundang perhatian publik.
Nikita Mirzani dikenal dengan julukan Ratu Nyinyir karena sering memberikan komentar pedas.
Baik di media sosial maupun di berbagai kesempatan, Nikita Mirzani seolah tak prlu berpikir dulu kali untuk memberikan komentar.
Selain itu, ibu tiga anak itu juga doyan memamerkan harta kekayaannya.
Dikutip GridPop.ID dari Nakita, Selasa (7/5/2019), belakangan Nikita Mirzani memperlihatkan jumlah saldo uang yang ada di rekeningnya.
Melalui Instagram Story, Nikita memamerkan jumlah uang di rekeningnya yang mencapai miliaran.
Tak berhenti sampai di situ, Nikita Mirzani juga memperlihatkan isi brankas di rumahnya.
Terlihat wanita berusia 33 tahun itu mengeluarkan dua gepok uang seratus ribuan dan beberapa uang euro.
"Gua mau kasih liat, ini sedikit ya, ini euro, ini sedikit aja, nggak usah dipamerin banyak-banyak. Ini savety box, ini namanya brankas pasti dalamnya benda-benda berharga," ujar Nikita Mirzani.
Nikita Mirzani juga memamerkan salah satu cincin kepada rekannya yang saat itu ada bersamanya.
Baca Juga : Dijuluki Ratu Nyinyir Selama Hamil, Nikita Mirzani Blak-blakkan Ungkap Wajah Anak Ketiganya!
Tak ayal jika apa yang dilakukan Nikita Mirzani itu mengundang reaksi warganet.
Ada yang memberi apresiasi atas kerja keras Nikita, namun tak sedikit pula yang menganggapnya sebagai tukang pamer.
Terlepas dari tanggapan publik atas sikap Nikita Mirzani itu, rupanya ada tanggapan dari para ahli terkait orang yang suka pamer hartanya.
Baca Juga : Sempat Berseteru dengan Para Artis saat Hamil, Nikita Mirzani Ungkap Paras Putra Ketiganya: Ganteng Banget!
Dikutip dari Kompas.com pada September 2017 silam via Intisari, ahli sosiologi Rachel Sherman mengatakan dengan harta yang dimilikinya, orang-orang kaya memang bisa membeli apa yang ia inginkan berapa pun harganya.
Namun, orang kaya biasanya merasa malu jika label harganya terlihat orang lain.
Apa yang Rachel katakan sesuai dengan hasil analisisnya setelah mewawancarai 50 orang tua di New York dengan pendapatan minimal 4 miliar rupiah per tahun.
Baca Juga : Tak Disangka, Ruben Onsu Berikan Barang Super Mahal Ini Saat Jenguk Nikita Mirzani di Rumah Sakit
Salah satu kesamaan yang ia temukan dari orang-orang kaya itu adalah mayoritas akan merobek label harga barang yang ia beli sehingga orang lain tak tahu berapa uang yang ia belanjakan.
Dalam esai yang dimuat di New York Times, Sherman menulis tentang seorang wanita yang setiap tahun menghasilkan 4 miliar rupiah dan mewarisi kekayaan keluarga beberapa juta dollar.
Wanita tersebut selalu membuang label harga baju yang baru dibelinya sehingga nanny-nya tidak sampai melihatnya.
"Seorang desainer interior yang saya kenal juga bercerita, salah satu kliennya selalu menyembunyikan harga barang-barang yang ia beli."
"Semua barang furnitur yang datang ke rumahnya juga harus dihilangkan agar staf rumah tidak melihatnya," katanya.
Kebiasan itu menunjukkan pola yang lebih besar, orang kaya itu menganggap dirinya normal, dan merasa canggung dengan hasil belanjanya karena tidak mau dianggap kaya.
Dalam hal kekayaan atau harta orang-orang kaya itu juga tidak pernah menunjukkan bahwa ia "kaya" atau "kelas atas".
Menurut Sherman, mayoritas lebih suka istilah "nyaman" atau "beruntung".
Sebagian orang kaya juga mengelompokkan dirinya ke dalam "kelas menengah" atau "di tengah", karena mereka membandingkan dirinya dengan orang yang lebih kaya lagi.
"Orang-orang yang saya wawancara itu tidak pernah membual tentang harga yang mahal."
"Mereka justru bersemangat bercerita ketika berhasil menawar harga barang, memberi pakaian di tempat biasa, atau naik mobil tua," katanya.
Apa yang Sherman temukan itu sejalan dengan yang dituliskan Thomas C. Corley dalam bukunya "Rich Habits".
Ia melakukan wawancara selama 5 tahun dengan para milyuner untuk mengetahui kebiasaan yang membuat mereka menjadi kaya.
Secara umum, Corley menemukan bahwa orang kaya ingin dianggap sebagai sesuatu yang normal dan mereka ingin lebih dermawan. (*)
Source | : | Kompas.com,Intisari,Nakita |
Penulis | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar