"Ini keputusan dewan guru, bukan saya sendiri, dan kami telah menilai Aldi itu selama tiga bulan. Tidak meluluskan dia bukan karena nilainya, melainkan karena sikap dan perilakunya yang suka mengkritik kebijakan sekolah," kata Sadikin Ali.
Retno justru mempertanyakan cara pandang kepala sekokah terhadap anak didiknya.
"Kalaupun masukan Aldi tidak diterima, itu hak sekolah tidak menjalankannya, tetapi berpendapat bukan sebuah kesalahan berat. Itu hak Aldi yang dilindungi undang-undang," ujar Retno.
Ali Sadikin menimpali bahwa Aldi memang suka protes, tetapi tidak konsisten. Aldi, kata dia, telah melanggar pakta integritas yang ditandatangani sendiri, yang di dalamnya termuat 30 poin yang tidak boleh dilanggar.
Retno kembali mempertanyakan soal pakta integritas yang disebut kepala sekolah.
"Soal pakta integritas itu untuk pekerja, untuk profesi, bukan untuk anak-anak. Pakta integritas di negeri ini adalah untuk mengatasi KKN (korupsi, kolusi, nepotisme)."
"Sebuah kekeliruan anak disuruh menandatangani pakta integritas. Yang bisa ditandatangani anak itu, kesepakatan, perjanjian, bukan pakta integritas. Itu saja sudah batal demi hukum," papar Retno.
Pihak sekolah juga dinilai mencari-cari kesalahan Aldi dengan memfoto, mencatat, dan memvideokan semua yang dianggap kesalahan Aldi.
Kejanggalan lain yang diungkap Retno adalah soal nilai rapor Aldi. Hampir di setiap semester dari kelas X hingga XII Aldi selalu masuk 10 besar meskipun tidak sebagai peringkat pertama.
Misalnya, Aldi rangking ke-8 dari 26 siswa pada semester pertama, kemudian nilai sikapnya sangat bagus.
Aldi aktif di Pramuka, OSIS, dengan catatan di rapor memuaskan.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Grid. |
Komentar