Mengenai penyebabnya, para pakar meyakini bahwa trypophobia bersifat adaptif evolusioner, di mana manusia secara alamiah menghindari hal-hal yang dapat membahayakan dirinya.
Menurut sebuah studi yang dipublikasikan pada 2018 dalam jurnal Cognition and Emotion mengungkapkan bahwa fobia ini mungkin berevolusi dari respons kita terhadap penyakit.
Pasalnya, kumpulan lubang menyerupai luka dan bentol pada penyakit-penyakit menular kuno, seperti cacar.
Penulis studi ini juga menulis bahwa trypophobia, seperti yang Anda alami ketika melihat foto burung pelatuk di atas, bukan menimbulkan rasa takut, tetapi jijik.
Rasa takut dan rasa jijik memiliki pengaktifan sistem saraf yang berbeda.
Rasa takut, seperti ketika Anda melihat ular, membuat tubuh memasuki modus berperang-atau-lari.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Bunga Mardiriana |
Editor | : | Bunga Mardiriana |
Komentar