"Dulunya cuma ada dua hingga tiga rumah lah, itu juga rumah saya dan keluarga saya samping-sampingan. Dahulu tidak masuk listrik di sini pas zamannya Belanda dan Jepang menjajah Indonesia," ujar Lie saat ditemui di rumahnya, Jumat (20/9/2019).
Lalu lambat laun pada tahun 1990-an listrik mulai ada di kawasan rumahnya dan warga pun semakin banyak yang bermukim di kawasan itu.
"Ya ada lah sepuluh rumah yang tinggal di sini cuma emang jaraknya berjauhan," kata Lies.
Namun, kondisi itu mulai berubah ketika ada rencana pembangunan Gedung Apartemen Thamrin Executive Residence.
Pasalnya setiap warga yang memiliki rumah di kawasan itu diminta pindah karena adanya pembangunan apartemen itu, termasuk Lies.
Lies bercerita, pengelola apartemen menggunakan preman untuk meminta ia dan warga lainnya pindah.
Menurut Lies, saat itu para preman yang disewa pengelola membuat ricuh kampungnya. Bahkan, Lies yang kala itu berjualan nasi di depan rumahnya dahulu sempat ditakut-takuti.
"Beh dulu saya saja yang jualan di situ ya, para preman itu pada makan di warung saya. Eh pas habis malah tidak dibayar, malah pas ditagih ngamuk berantakin warung saya sampai saya kebalikin aja jualan saya ke mereka. Rugi yang ada saya," ujar Lies.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar