Selain itu, diterangkan Nadiem, ketika anak tidak lagi datang ke sekolah, terdapat peningkatan risiko pernikahan dini, eksploitasi anak terutama anak perempuan, dan kehamilan remaja.
"Jadi, dampak psikologis, dampak masa depan anak untuk melakukan PJJ secara berkepanjangan ini real. Itulah alasannya kenapa kita harus punya dua prinsip kebijakan pendidikan di mana empat kementerian telah sepakat," tutur Nadiem.
Sehingga, kata dia, untuk mengantisipasi konsekuensi negatif dan isu dari pembelajaran jarak jauh, pemerintah memutuskan untuk mengimplementasi dua kebijakan baru.
Pertama ialah pembelajaran tatap muka diperbolehkan untuk semua jenjang yang berada di zona hijau dan zona kuning.
Dan kedua, sekolah diberi fleksibilitas untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa.
Meski begitu, Nadiem menegaskan, izin orangtua masih menjadi penentu apakah siswa boleh belajar di sekolah atau tidak.
"Pembelajaran tatap muka diperbolehkan di zona hijau dan kuning asalkan mendapat persetujuan dari gugus tugas masing-masing daerah," ujar Nadiem.
"Atau walaupun di zona hijau dan kuning, sekolah tidak dapat melakukan pembelajaran tatap muka tanpa persetujuan pemda setempat atau persetujuan orang tua murid."
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama dengan sejumlah kementerian telah mengumumkan siswa yang berada di zona hijau dan kuning Covid-19 kini dapat belajar tatap muka di sekolah.
GridPop.ID (*)
Source | : | TribunPontianak.co.id |
Penulis | : | None |
Editor | : | Andriana Oky |
Komentar