GrdiPop.ID - Pernahkah anda mendengar tentang ritual tradisional setrika payudara?
Mungkin sebagian diantara kalian belum pernah melihat bahkan mendengar tentang tradisi unik sekaligus menyeramkan ini.
Pasalnya, tradisi setrika payudara yang bikin ngilu ini memang bukan berasal dari Indonesia.
Melansir National Geographic Indonesia, tradisi setrika payudara bisa anda temukan di kawasan Republik Kamerun, Afrika Tengah.
Diwartakan GridPop (8/5/2019), seorang wanita bernama Veronica dilaporkan telah menjadi seorang nenek di usianya yang ke-28 tahun.
Mirisnya lagi, putri sulung Veronica yang berusia 14 tahun dikabarkan telah hamil.
Tak ingin peristiwa itu kembali terjadi pada keempat anaknya, Veronica pun membawa anaknya yang berusia 10 tahun dan 7 tahun ke sebuah desa dekat kota Bafoussam di Kamerun untuk meratakan payudara mereka.
Tradisi menyakitkan ini dilakukan demi melindungi para gadis dari kejahatan seksual yang membuat adanya kehamilan pada usia muda dan pernikahan dini.
Dalam praktiknya, sebuah batu atau tongkat kayu akan dipanaskan terlebih dahulu sebelum ditempelkan dan ditekan di kedua payudara.
Panas yang dihasilkan akan melelehkan lemak di payudara, sehingga membuat payudara menjadi lebih kecil.
Sang ibu akan mengambil batu seukuran telapak tangannya, dan menekannya ke setiap sisi payudara selama 10 menit.
Selain menggunakan alat-alat tersebut, biasanya para ibu akan mengambil sebuah ikat pinggang yang diikatkan erat melilit payudara dan tubuh bagian atas anak perempuannya.
Cara ini dilakukan untuk menyamarkan mereka agar tidak terlihat sudah memasuki usia matang.
Tujuan lebih lanjutnya adalah untuk menghindarkan anak mereka dari ancaman tindak kekerasan seksual.
Saat masa pertumbuhan, anak-anak usia 8-12 tahun dinilai terlalu rentan terhadap laki-laki di sekitarnya.
Meski usianya sangat muda, tetapi bentuk fisik mereka tampak sudah dewasa.
Bagi orang tua, terutama para ibu, hal ini dilakukan agar para putrinya tidak kehilangan kesempatan untuk bersekolah dan bekerja.
Perlu diketahui bahwa di Kamerun, kehamilan pranikah dapat membuat mereka putus sekolah akibat kehamilan di usia yang masih muda.
Sekitar 65 persen perempuan yang hamil di usia muda tidak lagi melanjutkan sekolah.
Seperempat dari anak yang sudah menikah ini sudah menjadi seorang ibu, dan 20 persen dari mereka putus sekolah setelah hamil.
Praktik ini pertama kali dijelaskan lebih dari 10 tahun yang lalu kepada komunitas internasional, tetapi asal-usulnya masih belum diketahui.
Mereka menemukan bahwa sekitar 25 persen telah mengalami perubahan bentuk akibat menyetrika payudara.
"Saya mulai tumbuh payudara ketika saya berumur 10 tahun. Ibu saya menjelaskan kepadaku bahwa payudara saya tumbuh terlalu dini dan saya dapat menarik perhatian anak laki-laki," kata Cathy, korban setrika payudara.
Namun, payudaranya tumbuh kembali setahun kemudian.
Lebih lanjut, Cathy mengatakan bahwa dirinya malu melakukan proses ini pada tubuhnya.
Cathy menambahkan prosesi menyetrika payudara ini tidak dapat mencegahnya agar tidak hamil pada usia 16 tahun dan meninggalkan sekolah.
Bahkan, kini dirinya harus menjalani operasi karena payudaranya rusak.
Lebih parahnya lagi, ia tidak dapat menyusui bayinya akibat kerusakan payudara ini.
Tidak ada hukum terkait praktik ini walaupun banyak usaha telah dilakukan oleh para penyintas dan agen-agen hak asasi manusia untuk meminta pemerintah melarang tindakan ini.
Ironisnya, lebih dari empat juta anak perempuan sudah menjadi "korban".
Pada faktanya, proses ini mengakibatkan trauma dan kerusakan jaringan lunak yang berdampak pada efek jangka panjang.
Sebagian anak perempuan yang melewati proses ini bahkan memiliki ukuran payudara yang berbeda antara yang satu dengan lainnya.
Sejak tahun 2005, berbagai kampanye telah dilakukan untuk menghentikan praktik tersebut.
Organisasi RENATA dan jurnalis Kamerun, Chi Yvonne Leina mendirikan organisasi Gender Danger pada 2012 untuk memberantas praktik menyetrika payudara.
GridPop.ID (*)
Komentar