GridPop.ID - Hidup di zaman kolonial sebelum Indonesia merdeka terbilang tidak mudah.
Saat itu, masyarakat tidak bisa leluasa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Terlebih jika sakit, masyarakat pada zaman penjajahan susah untuk mengakses fasilitas kesehatan.
Di masa itu, untuk mendapatkan obat, atau mendapatkan pelayanan dokter, mungkin hanya kalangan tertentu karena akses kesehatan dikuasai oleh kolonial.
Susahnya mendapatkan obat atau layanan dokter di masa penjajahan ini diungkapkan oleh Aryoto, adik ipar pahlawan asal Kabupaten Purbalingga, Letnan Kusni.
Dilansir dari Tribun Jateng, ia mengisahkan sulitnya saudaranya itu untuk mendapatkan perawatan medis saat terluka akibat perang.
Saat berperang melawan tentara Belanda di wilayah Karangkobar, Banjarnegara, Letnan Kusni terluka parah.
Peluru yang melesat dari mata senapan musuh tak berhasil menembus tubuhnya.
Tetapi nahas, peluru itu nyasar mengenai granat yang ia tenteng di pinggang.
Senjata yang mestinya ia gunakan untuk melumpuhkan musuh, justru mematikannya sendiri.
Bom di pinggangnya meledak. Tubuhnya penuh darah. Komandan perang itu terluka parah. Tapi nyawanya masih selamat.
"Dia sempat dirawat warga, " katanya
Letnan Kusni harus berjuang untuk mempertahankan hidup.
Luka di tubuhnya parah. Ia harus segera memeroleh tindakan medis untuk sembuh.
Tetapi tidak mudah untuk mencari pertolongan medis di zaman genting itu.
Musuh mengintai dimana-mana dan siap membunuh. Warga atau pejuang harus diam-diam mencari pertolongan.
Hingga seorang dokter di Kabupaten Purbalingga tergerak membantu.
Aryoto lupa hafal nama dokter itu. Tetapi ia menyatakan dokter yang disebutnya pejuang itu merupakan dokter pertama di Purbalingga.
Ia ikut berjuang dengan cara membantu memberikan layanan kesehatan ke pejuang. Ia diam-diam menyuplai obat ke pejuang yang sakit atau terluka.
Tapi ia harus hati-hati melakukannya. Jika aksinya bahayanya itu ketahuan Belanda, nyawanya jadi taruhan.
"Dia juga pejuang, pertama ada dokter di Purbalingga ya itu, " katanya.
Saat Letnan Kusni terluka hingga nyawanya dalam bahaya, dokter itu berusaha menyembuhkannya.
Tentu ia tidak terang-terangan memberikan layanan kesehatan ke pejuang. Ia harus mengatur strategi agar misinya berhasil tanpa terendus Belanda.
Dokter itu mulai menciptakan drama. Ia pura-pura dirampok oleh pejuang Indonesia.
Ia meminta tubuhnya diikat untuk meyakinkan bahwa ia benar-benar disandera.
Lalu orang jahat itu menggasak obat-obat miliknya.
Padahal sejatinya, dokter itu sengaja memberikan obat ke pejuang untuk kesembuhan Letnan Kusni yang menderita luka.
Setelah obat diterima, ia lantas meminta pejuang itu segera lari dan meninggalkannya yang dalam kondisi terikat. Hingga Belanda datang, pejuang itu telah hengkang.
Ia berhasil membawa obat untuk penyembuhan luka sang Letnan.
Hingga ada harapan bagi Letnan Kusni untuk pulih dari rasa sakitnya.
Misi dokter itu berhasil. Belanda mempercayai tipu muslihatnya.
"Pas Belanda datang, ada apa ini. Dokter itu mengaku saya dirampok, ia diikat. Padahal dia yang mengasih (obatnya) , " katanya
Tetapi meski sempat dirawat warga hingga susah payah dicarikan obat, Tuhan berkehendak lain. Letnan Kusni akhirnya mengembuskan nafas terakhir.
Ia meninggal dengan terhormat karena telah mengorbankan jiwa raganya untuk kemerdekaan negeri ini.
Untuk menghormati jasanya, jenazah Letnan Kusni dimakamkan di taman Makam Pahlawan Purbalingga.
Namanya diabadikan menjadi nama sebuah jalan di jalan menuju tanah kelahirannya, Desa Jatisaba Kecamatan Purbalingga.
Sementara di Purbalingga, ada sebuah peringatan upacara HUT ke-76 Republik Indonesia untuk mengenang jasa pahlawan kemerdekaan.
Uniknya pengelola tempat wisata Goa Lawa Purbalingga (Golaga) menggelar upacara pengibaran bendera Merah Putih di dalam gua, Selasa (17/8/2021).
Dilansir dari Tribun Bayumas, suasana upacara pun terlihat unik dan artistik. Mereka memanfaatkan pencahayaan dari lubang gua, serta sedikit cahaya lampu.
Manager wisata Golaga Bambang Adi mengatakan, pihaknya sengaja tampil beda dalam upacara bendera 17 Agustus ini.
"Kami punya daya tarik wisata gua dan potensi inilah yang kami angkat. Kebetulan, upacara dalam gua ini adalah yang kedua kali. Dan akan menjadi agenda rutin setiap 17 Agustus," ungkapnya kepada Tribunbanyumas.com, Selasa.
Karena masih dalam situasi pandemi, peserta upacara bendera dibatasi dan harus mematuhi protokol kesehatan.
Peserta upacara dibatasi maksimal 30 orang. Mereka adalah karyawan Golaga dan tidak melibatkan masyarakat umum.
GridPop.ID (*)
Source | : | Tribun Jateng,Tribun Banyumas |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Veronica S |
Komentar