GridPop.ID - Nama Ruslan Buton dulu sempat jadi perbincangan.
Ya, Ruslan Buton merupakan mantan anggota TNI AD yang pernah viral setelah membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Jokowi.
Ruslan Buton menilai tata kelola berbangsa dan bernegara di tengah pandemi Covid-19 sulit diterima oleh akal sehat.
Video itu viral di media sosial pada 18 Mei 2020.
Ruslan Buton juga mengkritisi kepemimpinan Jokowi.
Menurut Ruslan Buton, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
"Namun bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat," tutur Ruslan Buton di video itu.
10 hari setelah membuat surat terbuka tersebut, Ruslan Buton dijemput polisi di kediaman orangtuanya di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, Kamis (28/5/2020), tanpa perlawanan.
Penangkapan oleh tim gabungan Satgassus Merah Putih bersama Polda Sulawesi Tenggara dan Polres Buton ini, karena adanya laporan yang masuk ke SPKT Bareskrim Polri bernomor LP/B/0271/V/2020/BARESKRIM tanggal 22 Mei 2020
Pelapor Aulia Fahmi membuat Laporan Polisi nomor LP/B/0271/V/2020/Bareskrim tanggal 22 Mei 2020 dengan terlapor Ruslan Buton.
Aulia melaporkan Ruslan Buton atas dugaan tindak pidana penyebaran berita bohong sesuai UU 1/1946 tentang KUHP Pasal 14 Ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15.
Juga, Penyebaran Berita Bohong (hoaks) melalui Media Elektronik UU 19/2016 tentang Perubahan Atas UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 28 Ayat (2).
Dan, Kejahatan Terhadap Penguasa Umum UU Nomor 1 tahun 1946 tentang KUHP Pasal 207.
Lalu bagaimana kabarnya sekarang?
Baru-baru ini Ruslan Buton ini tampil di podcast channel Youtube, Refly Harun.
Prajurit berpangkat Kapten sebelum dipecat ini rupanya mendapatkan penangguhan penahanan pada Desemberr 2020 lalu.
Hingga kini Ruslan Buton masih menjalani rentetan persidangan.
"Saya tidak tahu sudah sidang keberapa. Sekarang lagi pemeriksaan sidang ahli," kata Ruslan di YouTube Refly Harun berjudul 'INI LHO KAPTEN YANG SEMPAT HEBOH MINTA JOKOWI MUNDUR!', Sabtu, 28 Agustus 2021.
Namun yang paling menyedihkan dari kabar Ruslan Buto adalah sejak adanya masalah hukum yang menimpanya ia kehilang sejumlah orang terdekatnya.
Saat Ruslan Buton di penjara, istrinya, Erna Yudhiana (44) meninggal dunia karena sakit, September 2020.
Ruslan Buton diberi izin untuk melihat jenazah istrinya.
Erna Yudhiana sendiri sempat hadir ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memperjuangkan keadilan bagi suaminya dengan mengajukan praperadilan pada Juli 2020 lalu.
Kabar duka berikutnya, pada Januari 2021, ayahnya di Buton Sulawesi tenggara juga meninggal dunia karena sakit.
Terakhir, pengacara Ruslan Buton Tonin Tachta Singarimbun meninggal dunia awal Juli 2021 lalu.
Menurut Ruslan, saat ini dia belum memiliki pengacara baru, namun sudah ada beberapa advocat yang ingin mendampinginya.
Kepada Refly Harun, Ruslan Buton mengungkapkan sejumlah kisahnya saat masih aktif di TNI dan bertugas di pos Pulau Tali Abu, Maluku Utara.
Saat itu Ruslan Buton dan anggotanya menahan 5 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China.
Alasannya kelima TKA China itu tak mampu memperlihatkan surat-surat keimigrasian.
Kata Ruslan Buton, kelimanya tidak mampu berbahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.
"Mereka itu saat diperiksa tak bisa komunikasi. Kemudian saya tanya pakai bahasa Inggris. Sama juga tak ada yang mengerti," katanya.
Terus, kata Ruslan, ada 2 oknum Perwira yang menyebut 5 TKA itu adalah tenaga ahli dari China.
"Saya bilang kalau dibilang tenaga ahli, kok ga bisa ngomong Inggris. Kemudian ada yang sempat menawarkan uang sekantong plastik. Tapi, saya jelas menolak hal itu. Jadi keduanya pulang lagi,"bebernya.
Diberitakan sebelumnya, Kuasa hukum Ruslan Buton, Tonin Tachta Singarimbun angkat bicara soal kabar kliennya dipecat dari prajurit TNI AD karena tersandung kasus pembunuhan pada 2017 lalu. Menurutnya, pemecatan tersebut bernuansa politis.
Pada 2017 lalu, Tonin mengatakan Ruslan Buton diketahui masih menjabat sebagai Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau.
Ketika menjabat, kliennya kerap bertindak tegas terhadap adanya Tenaga Kerja Asing (TKA) China masuk ke daerahnya.
"Jadi Ruslan itu pada 2017, dia tangkap TKA China yang di Maluku Utara, orang China bawa visa turis bekerja di perusahaan pertambangan. Nggak usah ku kasih tau lah PT-nya. Dia tangkap karena dia komandan di daerah sana," kata Tonin kepada Tribunnews, Minggu (31/5/2020).
Ketika menangkap, Ruslan sempat dilobi petugas atau pejabat yang tidak disebutkan namanya agar melepaskan TKA China yang ditahan.
Bahkan saat itu, kliennya sempat disuap agar bisa melepaskan seluruh TKA tersebut.
"Kapten Ruslan selaku Komandan Operasional mengatakan 'kalau uang itu tidak ada kaitan dengan ke-5 TKA maka akan saya terima, tapi kalau uang tersebut untuk melepaskan ke-5 TKA maka akan saya tolak," kata Tonin menirukan ucapan Ruslan saat itu.
Penolakan inilah yang diduga menjadi penyebab kliennya mulai diincar agar turun dari jabatannya.
Empat bulan setelahnya, markas sekaligus asrama TNI yang dipimpinnya diserang oleh seorang pria bernama La Gode.
Saat penyerangan itu, La Gode pun terbunuh saat mencoba menyerang markas TNI AD.
"Yang dibunuh ini (La Gode) bukan petani. Yang dibunuh ini preman, sudah dua kali bunuh orang itu. Narapidana itu. Ke luar masuk penjara," jelasnya.
"Dia serang markas, terus kalau serang markas dibiarin? Nyerang markas tentara. Itu asrama lah tapi ada kesatuannya juga," sambungnya.
Kasus pembunuhan inilah yang menyeret Ruslan ke mahkamah militer.
Ia menuturkan, proses jalannya persidangan pun seolah didesain bahwa kliennya harus didepak dari militer.
"Itu jelas didesain dia harus dipecat. Pokoknya dia harus dipecat, kenapa? karena dia yang bikin TKA China disana susah masuk. Berarti direkondisikan preman ini untuk mengganggu kan," ujar dia.
Sebagai informasi, saat menjabat Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau, Ruslan terlibat dalam kasus pembunuhan La Gode pada 27 Oktober 2017.
La Gode ini disebut-sebut sebagai seorang petani.
Pengadilan Militer Ambon memutuskan hukuman penjara 1 tahun 10 bulan dan pemecatan dari anggota TNI AD kepada Ruslan pada 6 Juni 2018 lalu.
Sementara Dr. Refly Harun, S.H., M.H., LL.M. lahir di Palembang, Sumatra Selatan, 26 Januari 1970.
Ia adalah seorang ahli hukum tata negara dan pengamat politik Indonesia.
Ia pernah ditunjuk oleh Mahfud MD sebagai Ketua Tim Anti Mafia Mahkamah Konstitusi setelah ia mensinyalir adanya mafia hukum di Mahkamah Konstitusi.
Sebelumnya Refly aktif sebagai staf ahli salah seorang hakim konstitusi dan juga pernah sebagai konsultan dan peneliti di Centre of Electoral Reform (CETRO).
(*)
Komentar