Sisa dana itu digunakan mulai dari sedekah, dana darurat, family time hingga diberikan ke orang tua.
Saat dihubungi TribunSolo, wanita asal Pekalongan ini memberikan penjelasannya.
Dari awal menikah Feti sudah membiasakan menghitung anggaran keluarganya.
Ia sempat tertilit utang setelah keluar dari pekerjaannya untuk merawat anak pertamanya pada tahun 2016 lalu.
Pada tahun 2017 hingga 2019 keluarganya masih terus terlilit hutang.
"Dulu kebutuhan anak kan belum cukup jadi utang, terus buat nutup utang saya ambil utang lagi karena kan gaada" jelasnya.
Barulah pada tahun 2020 iya membulatkan tekad untuk tidak utang.
Satu diantara hal yang menjadi sorotan adalah anggaran Rp 850 ribu yang digunakan untuk kebutuhan rumah.
Ternyata anggaran tersebut digunaan untuk menyicil di KPR.
Ia menjelaskan sekira 7 tahun yang lalu setelah menikah keluarganya mengambil perumahan yang masuk kategori subsidi dengan harga kurang dari Rp 180 juta.
"Dulu sebenarnya DP nya rumah sekitar 30 persen sisanya diangsur, namun dulu saya lebihkan jadi sekitar 40 persen", ujarnya.
Untuk kebutuhan beras keluarganya mendapatkan beras 5 kg dari kantor suaminya.
"Terus kalau ke rumah orang tua kadang dapet beras juga karena panen sendiri" jelasnya.
Sementara itu yang membedakan antara kebutuhan bulanan dan mingguan adalah dari jenis barang yang dibeli.
"Kalau belanja mingguan untuk makan seperti sayur lauk, sedangkan belanja bulanan seperti minyak goreng, sabun mandi, detergen" ucapnya.
Source | : | Kompas.com,Tribun Wow |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Andriana Oky |
Komentar