Sebagai tambahan yang mengutip dari laman kompas.com, pakar saraf, dr Roslan Yusni Hasan, SpBS, mengungkapkan, lesbian, gay, biseksual, dan transjender (LGBT) bukan suatu kelainan atau penyakit.
Dengan begitu, menurut dokter yang akrab disapa Ryu itu, tidak ada yang perlu disembuhkan atau diobati dari seorang LGBT.
"LGBT bukan penyakit. Dulu kita melihatnya sebagai kelainan, sekarang variasi kehidupan saja. Dalam biologi, enggak ada yang enggak normal. Semua hanya variasi," kata Ryu di Kantor LBH, Jakarta, Selasa (9/2/2016).
Ryu menjelaskan, bakat seseorang menjadi lesbian, gay, biseksual, ataupun transgender sebenarnya sudah terbentuk sejak ia menjadi janin di dalam kandungan.
Terbentuknya jenis kelamin, gender, dan orientasi seksual merupakan proses yang terpisah, meski saling berkaitan.
Hal ini menyebabkan ada orang dengan jenis kelamin laki-laki, tetapi jendernya belum tentu maskulin, dan orientasi seksualnya belum tentu ke perempuan.
Ryu juga mengungkapkan, seseorang yang berkromosom XX belum tentu berjenis kelamin perempuan, demikian halnya kromosom XY yang belum tentu berjenis kelamin laki-laki.
Fakta biologisnya, menurut Ryu, terjadi banyak variasi genetik, baik kromosom hilang maupun berlebihan. LGBT pun memiliki variasi struktur otak yang berbeda-beda dan sulit untuk diubah.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,tribunnews |
Penulis | : | Luvy Octaviani |
Editor | : | Luvy Octaviani |
Komentar