Sampai saat ini belum ada data statistik mengenai jumlah pelecehan dan kekerasan yang terjadi di konser musik di Indonesia.
Cukup sulit untuk melaporkan tindakan pelecehan dan kekerasan seksual di konser musik, mengingat sulitnya memastikan apakah sentuhan terhadap tubuh tertentu merupakan pelecehan seksual, atau disebabkan oleh desakan dan himpitan dari penonton yang saling berkerumun.
Kesulitan lain yang timbul di tengah keramaian adalah mengingat dengan pasti wajah pelaku pelecehan di antara sekian banyak wajah penonton konser.
Tidak hanya terjadi di antara kerumunan penonton, pelecehan juga kerap terjadi area belakang panggung (backstage) antara sesama musisi, atau musisi dengan kru lainnya.
Menurut musisi dan penyanyi Rara Sekar, pelecehan yang terjadi di belakang panggung sering ditunjukkan dalam bentuk verbal dan kerap dipandang sebagai bentuk candaan.
Dengan demikian terbentuk semacam pembiasaan dan pemakluman, sehingga jarang ada laporan pelecehan seksual.
Hendaknya tiap musisi dan sesama penonton tak lupa saling mengingatkan agar kondisi konser tetap kondusif dan saling waspada terhadap potensi terjadinya pelecehan seksual.
Tidak peduli perempuan atau laki-laki, pelecehan seksual di ruang publik seperti konser musik bisa dialami oleh siapapun.
Maka dari itu, penting bagi setiap elemen mulai dari musisi yang tampil, kru dan penyelenggara konser, dan para penonton untuk responsif terhadap pelecehan seksual.
Baskara Putra, vokalis band Feast menginisiasi gerakan SOS lewat handphone penonton apabila mereka mengetahui atau mengalami pelecehan seksual ketika menonton konser musik.
Diharapkan dengan inisiasi gerakan ini setiap orang menjadi waspada, dan tindakan pelecehan seksual di konser musik dapat berkurang.
GridPop.ID (*)
Artikel ini telah tayang di Parapuan.co dengan judul Aksi Panggung Pamungkas, Fan Service, dan Potensi Pelecehan Seksual
Source | : | Parapuan.co |
Penulis | : | None |
Editor | : | Ekawati Tyas |
Komentar