"Karena begitu turun dari tangga, pegang senjata langsung disuruh 'ayo tembak ayo tembak', suasananya sudah mengerikan," tandasnya.
Hal itu kata dia, nanti akan dijelaskan oleh psikolog bagaimana suasananya.
"Ketika nanti psikolog menerangkan bahwa tidak ada pilihan lain, dan suasananya sekali lagi bukan terpaksa, karena dia patuh dan tunduk, maka tidak bisa dipidana," tegasnya.
Sebab lanjut dia, harus dipahami oleh publik, bahwa membunuh itu memang dilarang.
"Tapi orang lupa di buku 1 itu ada alasan peringan, perberat, menghapus. Jadi perbuatan pidana itu bisa hapus, contohnya dibegal, jadi enggak bisa dipidana karena dia terpaksa membela diri, orang disuruh perang, kan enggak bisa apa-apa itu," jelasnya.
Ia pun kembali menegaskan soal pasal 51, bahwa Bharada E tidak dapat dipidana.
"Bahkan saya berani masuk ke unsur. Salah satu unsur di 340 itu dengan sengaja, dia mengetahui dan menghendaki. Pertanyaannya, mengetahui jelas ada pembunuhan dia disuruh nembak. Apakah dia menghendaki? Makanya berkaitan dengan pasal 51, dia enggak menghendaki, kawan sendiri kok, tahu tempat curhat, dia juga waktu pernyataannya sebagai saksi dia merem waktu menembak," pungkasnya.
Sebagai tambahan informasi seperti yang dikutip dari KompasTV, Bharada E juga bersaksi Ferdy Sambo ikut menembak Yosua.
Kepada hakim yang mencecarnya, Richard Eliezer menjelaskan, posisi terdakwa Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal berdiri di belakang Yosua sesaat sebelum Yosua dibunuh di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga.
Ferdy Sambo yang sudah berada di dalam rumah kemudian menghardik Eliezer agar segera menembak Yosua.
Eliezer menangis saat memperagakan adegan menembak Brigadir J sebanyak 3 hingga 4 tembakan.
Source | : | KompasTV,Tribun Bogor |
Penulis | : | Arif B |
Editor | : | Veronica S |
Komentar