Todung mengatakan, kemampuan audit forensik harus dimiliki dan diperkuat oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dirjen Pajak, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Polri, dan Kejaksaan.
Audit forensik merupakan pemeriksaan dan evaluasi catatan keuangan perusahaan atau personal guna mendapatkan bukti pada saat di pengadilan atau saat proses hukum berlangsung.
Dalam rangka melakukan audit forensik, dibutuhkan prosedur akuntansi untuk mengaudit dan pengetahuan ahli tentang hukum audit itu sendiri.
Dalam hal ini, audit forensik mencakup berbagai kegiatan investigasi yang kerap dilakukan untuk menuntut suatu pihak atas penipuan, penggelapan, atau kejahatan yang berkaitan dengan keuangan lainnya.
Kemampuan audit forensik, kata Todung, sangat dibutuhkan para penegak hukuim buat membantu mengungkap dan mengidentifikasi aliran dana dari hasil tindak pidana yang disembunyikan pelaku.
Todung menilai sangat wajar jika masyarakat mempertanyakan harta kekayaan pejabat publik yang dianggap tidak wajar atau mencurigakan.
Sebab gaji para pejabat publik itu juga dibayar dari pajak yang dipungut dari masyarakat.
"Di sinilah undang-undang itu diperlukan. Undang-undang kan perlu menjamin transparansi dan akuntabilitas setiap pejabat kan," ucap Todung.
Menurut Todung, mekanisme Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) juga seharusnya menjadi kendali supaya setiap pejabat negara bisa mempertanggungjawabkan asal-usul hartanya.
Todung menyampaikan, jika seorang harta kekayaan ASN atau pejabat negara naik secara drastis maka lembaga yang bertugas mengawasi patut mencurigai.
"Ketika kekayaan itu naik secara drastis di luar kewajaran ya harusnya ada audit ke yang bersangkutan. Kalau ditemukan indikasi tindak pidana lalu kemudian kan bisa disidik. Tapi memang lebih bagus kalau ada undang-undang yang mengatur pidana kekayaan tak wajar," ujar Todung. GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,tribunnewsbogor |
Penulis | : | Luvy Octaviani |
Editor | : | Luvy Octaviani |
Komentar