Adapun modus dalam aksi ini, Rafael menerima gratifikasi melalui perusahaan konsultan pajak miliknya bernama PT Artha Mega Ekadhana (AME).
“Sebagai bukti permulaan awal, tim penyidik menemukan adanya aliran uang gratifikasi yang diterima RAT berjumlah sekitar 90.000 dollar AS yang penerimaannya melalui PT AME,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (3/4/2023).
Semua bermula pada 2005, saat ayah Mario Dandy diangkat menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Jabatan tersebut membuat Rafael bertugas meneliti dan memeriksa temuan perpajakan dari pihak wajib pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Kemudian pada 2011, Rafael diangkat sebagai Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak pada Kantor WIlayah Dirjen Pajak Jawa Timur I.
Diduga saat itulah Rafael mulai menerima gratifikasi.
“Dengan jabatannya tersebut diduga Rafael menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak atas pengkondisian berbagai temuan pemeriksaan perpajakannya,” ujar Firli.
KPK menduga, gratifikasi itu diterima Rafael dari sejumlah perusahaan atau para wajib pajak yang mengalami permasalahan pajak, khususnya terkait kewajiban pelaporan pembukuan perpajakan kepada negara melalui Dirjen Pajak.
Rafael diduga ikut aktif mengarahkan perusahaannya yang menawarkan jasa konsultasi pajak ke para wajib pajak yang mengalami persoalan perpajakan.
"Rafael diduga aktif merekomendasikan PT AME,” ungkap Firli.
KPK menduga modus tersebut membuat Rafael menerima gratifikasi selama belasan tahun hingga mencapai total Rp 1,3 miliar.
Kendati demikian, sumber gratifikasi diduga bukan hanya dari perusahaannya.
Nilai total gratifikasi yang diterima Rafael diduga mencapai puluhan miliar rupiah.
Jumlah itu mengacu pada isi safe deposit box (SDB) senilai Rp 32,2 miliar yang kini telah diblokir Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Tribun Banyumas |
Penulis | : | Ekawati Tyas |
Editor | : | Ekawati Tyas |
Komentar