"Ibnu Hajar berkata: Mengakhirkan hubungan badan sampai akhir malam itu lebih utama. Karena pada awal malam biasanya pikiran orang itu masih belum fresh. Sedangkan menurut ijma’ para ulama berhubungan badan dalam kondisi pikiran masih semrawut itu bisa menimbulkan dampak negatif." (Lihat, Abu al-Hasan al-Mubarakfuri, Mir’ah al-Mafatih Syarhu Misykah al-Mashabih, juz, IV, h. 324)
Jika pandangan Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani ini ditarik dalam konteks hubungan suami istri ini maka hubungan badan sebaiknya dilakukan menjelang sahur, yaitu setelah istirahat tidur malam.
Dan tentu sebaiknya diawali dengan shalat tahajud terlebih dahulu. Dan setelah mandi dilanjutkan dengan sahur.
Bagaimana jika dilakukan setelah berbuka puasa?
Ada juga riwayat yang dikemukakan Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya`-nya yang menyatakan bahwa sahabat Ibnu ‘Umar RA yang dikenal sebagai sosok yang zuhud dan alim mengawali buka puasa dengan berhubungan badan. Dan kadang hal tersebut dilakukan sebelum shalat Maghrib.
Setelah itu baru mandi dan mengerjakan shalat.
Namun riwayat ini tidak menjelaskan secara pasti seberapa seringnya Ibnu ‘Umar ra melakukannya.
حَكُىِ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا وَكَانَ مِنَ زُهَّادِ الصَّحَابَةِ وَعُلَمَائِهِمْ انَّهُ كَانَ يُفْطِرُ مِنَ الصَّوْمِ عَلَى الْجِمَاعِ قَبْلَ الْأَكْلِ.وَرُبَّمَا جَامَعَ قَبْلَ اَنْ يُصَلِّيَ الْمَغْرِبَ ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَيُصَلِّي وَذَلِكَ لِتَفْرِيغِ الْقَلْبِ لِعبَادَةِ اللهِ
"Dan diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar ra—beliau termasuk sahabat yang zuhud dan alim—bahwa ia berbuka puasa dengan jimak sebelum makan. Kadang-kadang beliau melakukan jimaknya sebelum mengerjakan shalat Maghrib, kemudian mandi dan mengerjakan shalat. Dan hal tersebut dilakukan untuk memfokuskan hati beribadah kepada Allah…" (Lihat, Abu Hamid al-Ghazali, Ihya` Ulumiddin, juz, II, h. 33).
Hemat kami apa yang dilakukan sahabat Ibnu ‘Umar ra masih menyisakan pertanyaan, yaitu, apakah orang yang menyegerakan berbuka puasa dengan jimak itu juga akan mendapat pahala kesunahan sebagaimana ia mendapatkanya dengan mensegerakan berbuka dengan makanan?
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa salah satu yang disunnahkan bagi orang yang ber puasa adalah menyegerakan untuk berbuka puasa ketika sudah masuk waktunya.
Dan menurut pendapat yang mu’tamad (yang dapat dijadikan pegangan) di kalangan madzhab Syafii bahwa menyegerakan berbuka puasa dengan jimak tidak mendapatkan pahala kesunnahannya.
Demikian sebagaimana dikemukakan Kiai Nawawi Banten dalam kitab Nihayah az-Zain sebagai berikut:
وَالْمُعْتَمَدُ عَدَمُ حُصُولِ سُنَّةِ التَّعْجِيلِ بِالْجِمَاعِ لَمَا فِيهِ مِنْ إِضْعَافِ الْقُوَّةِ
"Pendapat yang mu’tamad (didapat dijadikan pegangan) adalah tidak terdapat kesunahan menyegerakan berbuka puasa dengan jimak karena jimak dapat melemahkan stamina." (Kyai Nawawi Banten, Nihayah az-Zain, h. 194)
Terlepas dari dari perbedaan penjelasan dalam soal hubungan badan suami istri ini, maka hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa waktu yang baik untuk melakukan hubungan badan suami istri di malam bulan suci Ramadhan adalah ketika kondisi fisik fit dan pikiran fresh. Sebab, menurut ijma’ para ulama hubungan badan yang dilakukan dalam kondisi pikiran yang tidak fresh itu bisa menimbulkan dampak negatif.
Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul "Hukum Suami Istri Berhubungan Badan saat Bulan Ramadhan"
Baca Juga: Disampaikan Langsung oleh dr Zaidul Akbar, Ini Dia Manfaat Puasa untuk Kesehatan
Source | : | Serambinews.com |
Penulis | : | Grid. |
Editor | : | Helna Estalansa |
Komentar