GridPop.ID - Peringatan malam 1 suro sempat viral di TikTok.
Dilansir dari laman tribunkaltim.com, malam 1 Suro adalah malam tahun baru bagi Kalender Jawa, yang bertepatan dengan 1 Muharram atau tahun baru dalam Kalender Hijriah.
Kalender Jawa merupakan hasil perpaduan antara sistem penanggalan Saka dan Hijriah (Islam).
Penetapan 1 Suro terjadi pada abad ke-17, tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) dari Kerajaan Mataram Islam.
Kalender Jawa diciptakan oleh Sultan Agung pada saat pergantian tahun baru Saka 1555 yang ketika itu bertepatan dengan tahun baru 1 Muharam 1043 Hijriah dan 8 Juli 1633 Masehi.
Sejak saat itu, malam satu Suro diperingati setiap tahun oleh masyarakat Jawa, khususnya bekas wilayah Mataram Islam seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan beragam tradisi.
Nah, saat peringatan malam satu Suro ini akan diperingati dengan berbagai tradisi dari berbagai daerah di Jawa.
Salah satu yang viral di TikTok adalah tradisi Kirab Kebo Bule.
Dikutip oleh parapuan.co dari Kompas.com, berikut ini tujuh tradisi peringatan malam 1 Suro di Jawa:
1. Kirab Pusakadalem
Kirab pusakadalem merupakan tradisi yang digelar di Pura Mangkunegaran Surakarta.
Pada tradisi ini, keluarga Pura Mangkunegaran, abdi dalem, serta masyarakat menggelar arak-arakan atau kirab pusaka mengelilingi tembok luar Pura Mangkunegaran sebanyak satu kali.
Kirab pusakadalem oleh Pura Mangkunegaran akan digelar pada malam satu Suro.
2. Kirab Kebo Bule
Selain dari Pura Mangkunegaran, dari Keraton Kasunanan atau Keraton Surakarta Hadiningrat juga memiliki tradisi setiap malam satu Suro.
Bahkan ini jadi salah satu tradisi menyambut malam satu Suro yang paling banyak dikenal oleh masyarakat, yaitu adalah arak-arakan atau kirab hewan kerbau yang bernama Kebo Bule atau Kebo Kiai Slamet.
Kebo Bule bukan sembarang kerbau, karena hewan ini termasuk pusaka penting milik Keraton Surakarta Hadiningrat.
Kebo Bule merupakan leluhur hewan kerbau yang kulitnya berwarna putih kemerahan, dulunya merupakan hewan kesayangan Paku Buwono II.
3. Jamasan Pusaka
Jamasan pusaka merupakan ritual mencuci benda pusaka pada bulan Suro. Tradisi ini masih dilestarikan oleh Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta Hadiningrat, dan Pura Mangkunegaran.
Ritual jamasan pusaka selalu dilakukan oleh pihak keraton pada saat memasuki tahun baru Jawa.
Di Keraton Yogyakarta, ritual jamasan pusaka ini tidak harus dilakukan pada satu Suro atau awal tahun. Jamasan pusaka dapat digelar sepanjang bulan Suro.
Ritual mencuci benda pusaka ini memiliki makna tersendiri, yaitu membersihkan diri menyambut masa yang akan datang. Namun, jamasan pusaka ini umumnya digelar secara tertutup, alias tidak bisa dilihat oleh masyarakat umum.
4. Mubeng Beteng
Mubeng beteng atau Hajad Kawula Dalem Mubeng Beteng merupakan ritual malam satu Suro yang digelar oleh Keraton Yogyakarta.
Tradisi ini dijalani oleh peserta ritual yang nantinya akan berjalan kaki mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta.
Saat menjalani ritual, peserta dilarang berbicara atau tapa bisu. Ritual mubeng beteng ini biasanya dilakukan pada tengah malam hingga dini hari malam satu Suro.
Para abdi dalem dan warga peserta ritual berjalan kaki sejauh kurang lebih lima kilometer mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta. Makna mubeng beteng adalah usaha manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan serta membersihkan dan mengendalikan diri dari segala nafsu duniawi.
5. Tapa Bisu
Tapa bisu merupakan ritual dalam kirab, baik di Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta Hadiningrat, dan Pura Mangkunegaran.
Tapa bisu berarti selama menjalani ritual, peserta tidak diperbolehkan berbicara. Makna dari tapa bisu adalah untuk menjaga ucapan peserta kirab sehingga kirab tetap berlangsung secara sakral.
6. Sedekah Laut
Tradisi sedekah laut merupakan ritual yang digelar oleh masyarakat sekitar Pantai Baron dan Pantai Kukup, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
Tradisi sedekah laut dimulai dengan selamatan atau kenduri yang diikuti oleh seluruh warga yang mencari rezeki di sekitar pantai.
Selesai kenduri, makanan dan gunungan yang berisi hasil bumi dibawa oleh warga dengan mengenakan pakaian tradisional.
Sesampainya di tepi pantai, sesepuh atau orang yang dituakan oleh warga sekitar membuka ritual dengan doa.
Dengan menabur bunga serta beberapa sesaji, empat gunungan kemudian dinaikan diatas kapal nelayan untuk selanjutnya dibawa menuju tengah laut.
Makna dari ritual ini adalah wujud syukur sekaligus harapan untuk rezeki yang lebih baik pada tahun mendatang.
7. Petik Laut
Petik laut merupakan ritual yang digelar di Pantai Lampon, Desa Pesanggaran, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi.
Melalui tradisi ini para nelayan mengisi perahu kecil dengan sesajen berupa kepala sapi serta hasil bumi dan laut.
Perahu itu kemudian dilarung ke laut dari Pantai Lampon. Selain melarung sesaji, masyarakat setempat juga menggelar selamatan.
Ritual petik laut tersebut diselenggarakan pada satu Suro.
Makna petik laut ini adalah ungkapan rasa syukur atas hasil laut yang didapat para nelayan selama setahun, sekaligus sebuah harapan atas keselamatan dan rezeki yang melimpah pada tahun mendatang. GridPop.ID (*)
Baca Juga: Sering Dipakai Kaum Milenial, Bahasa Gaul 'Cut Off' Viral di TikTok, Apa sih Artinya?
Source | : | Tribunkaltim.co,Parapuan |
Penulis | : | Luvy Octaviani |
Editor | : | Luvy Octaviani |
Komentar