MENJADILAH kita satu bangsa yang penuh dinamik, satu bangsa yang "iyeg rumagang hing gawe", satu bangsa yang tidak dengki-mendengki satu sama lain, satu bangsa yang "tebih saking cecengilan, adoh saking laku juti". Menjadilah Negara kita Negara yang memenuhi segala harapan-harapan kita yang masih hidup, dan harapan-harapannya kawan-kawan kita yang telah mati. Menjadilah rakyat Indonesia rakyat yang makmur, sebab ia mengerti dan menindakkan, bahwa kemakmuran hanyalah menjelma jika dipanggil dengan panggilannya, gawe.
(Pidato 17 Agustus 1952: Harapan dan Kenyataan)
JIWA Merdeka itu, Jiwa yang tak segan bekerja dan memberi. Jiwa dinamis yang bisa berdiri sendiri di atas kaki sendiri dari hasil usaha sendiri – bukan jiwa yang meminta, merintih, mengemis saja ke kanan dan ke kiri, sambil bermimpi dapat mencapai derajat-penghidupan yang makmur dengan seboleh-bolehnya tidak bekerja samasekali.
Kita tidak hidup di alam impian, kita hidup di alam kenyataan. Kita tidak hidup di alam sorga, kita hidup di alam dunia.
(Pidato 17 Agustus 1953: Jadilah Alat Sejarah)
BERIKANLAH jiwa-ragamu dengan mutlak! Jangan setengah-setenguh! Yang setengah-setengah tidak akan mendapat padi segegam, yang mutlak akan mendapat dunia.
Vivekananda pernah berkata, bahwa sesuatu bangsa yang tenggelam hanyalah dapat diangkat oleh orang-orang yang jiwanya terbuat dari zatnya petir dan zatnya guntur.
Terjunlah ke dalam lautan-bakti itu dengan jiwa yang terbuat dari zatnya petir dan zatnya guntur! Moga-moga Tuhan selalu beserta kita!
(Pidato 17 Agustus 1954: Berirama dengan Kodrat)
NYALAKANLAH lagi Api-Keramat itu manakala ia hampir padam, kobarkanlah nyalanya manakala ia masih menyala! Api-Keramat inilah yang membuat kita berani mengeluarkan Proklamasi 17 Agustus 1945, Api-Keramat inilah yang membuat kita berani mengadakan Revolusi, Api-Keramat inilah yang membuat kita mampu bertahan sepuluh tahun. Api-Keramat inilah yang akan membawa kita ke tempat tujuan, biar berapa jauh pun tempatnya tujuan itu,
(Pidato 17 Agustus 1955: Tetaplah Terbang Rajawali)
MEREKA, mereka, rakyat jelata yang berpuluh-puluh juta, mereka rakyat jelata di kota-kota dan di desa-desa, mereka rakyat jelata di gubuk-gubuk dan di pinggir sungai, mereka Rakyat jelata dari Sabang sampai Merauke, merekalah pembuat Revolusi, merekalah motor Revolusi, merekalah Revolusi!
(Pidato 17 Agustus 1956: Berilah Isi Kepada Hidupmu!)
"ITULAH kiprahnya tiap-tiap revolusi! Tetapi revolusi juga barulah benar-benar revolusi, kalau ia terus-menerus berjuang. Bukan saja berjuang ke luar menghadapi musuh, tetapi berjuang ke dalam memerangi dan menundukkan segala segi-segi negatif yang menghambat atau merugikan jalannya revolusi itu.
(Pidato 17 Agustus 1957: Satu Tahun Ketentuan)
KEBESARAN dan kebahagiaanmu tidak lagi di tangan keluhuranmu yang telah mangkat, kebesaran dan kebahagiaanmu adalah di dalam tanganmu sendiri, dan itu pun: di dalam tanganmu sendiri yang berjuang, di dalam tanganmu yang menyala-nyala dengan apinya cipta. Sebab hanya tangan yang demikian itulah tangan yang diberkahi Tuhan!
(Pidato 17 Agustus 1958: Tahun Tantangan)
Baca Juga: 20 Quotes dari Soekarno Tentang Semangat Kemerdekaan, Cocok Buat Unggah Status di Media Sosial!
BERANI menerima bahwa kesulitan-kesulitannya tidak akan lenyap dalam satu malam, dan berani pula menyingkilkan lengan bajunya untuk memecahkan kesulitan-kesulitan itu dengan segenap tenaganya sendiri dan segenap kecerdasannya sendiri. Sebab bangsa yang demikian itu, – bangsa yang berani menghadapi kesulitan-kesulitan dan mampu memecahkan kesulitan-kesulitan -, bangsa yang demikian itu menjadi bangsa yang gemblèngan
(Pidato 17 Agustus 1959: Penemuan Kembali Revolusi Kita)
PANTAS kita bangga atas Proklamasi itu, karena kita telah menjadi pengambil inisiatif (initiatiefnemer) daripada pernyataan-pernyataan kemerdekaan di lain-lain negeri di Asia, seperti di India, di Pakistan, di Burma, di Vietnam, di Filipina dan lain-lain, yang semuanya menyatakan kemerdekaannya sesudah Proklamasi kita itu.
(Pidato 17 Agustus 1960: Laksana Malaikat yang Menyerbu dari Langit, Jalannya Revolusi Kita)
PIMPINAN Nasional harus menanam dasar-dasar kebangsaan dan dasar-dasar kenegaraan, dan harus memimpin pelaksanaan daripada dasar-dasar Kebangsaan dan Kenegaraan itu sampai tercapailah cita-cita nasional, – kecuali jikalau ia ndléwér, kecuali jikalau ia menyeléwéng, kecuali jikalau ia durhaka dan khianat. Jikalau ia ndléwér, jikalau ia nyeléwéng, jikalau ia khianat, haruslah ia ditendang mentah-mentah oleh revolusi
(Pidato 17 Agustus 1961: Revolusi–Sosialisme Indonesia–Pimpinan Nasional {Resopim})
REVOLUSI Indonesia, kataku tempohari, adalah "congruent dengan social conscience of man", "Kongruen dengan budi-nurani kemanusiaan", dan sekarang nyata benar bahwa revolusi Indonesia itu sungguh-sungguh mempunyai suara yang mengumandang keempat penjuru dunia", revolusi Indonesia mempunyai Universal Voice, Revolusi Indonesia mempunyai Suara Sejagad!
(Pidato 17 Agustus 1962: Tahun Kemenangan)
Source | : | TribunJabar.id |
Penulis | : | Andriana Oky |
Editor | : | Andriana Oky |
Komentar