Sementara itu, faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam penelitian ini termasuk beberapa orang yang tidak memiliki pasangan jangka panjang dan orang-orang yang memiliki pasangan jangka panjang tapi masih belum ingin berhubungan intim.
Malik berspekulasi bahwa ini mungkin disebabkan karena adanya pergeseran budaya dan teknologi sejak tahun 1999.
"Sekarang sudah lebih banyak pilihan hiburan di luar sana daripada 20 tahun yang lalu dan juga ada penurunan kebahagiaan, serta peningkatan depresi," tambahnya.
Berkembangnya alternatif seks
Menariknya lagi, penelitian di negara lain seperti Inggris dan Australia juga menemukan bahwa frekuensi seks tampaknya menurun karena semakin berkembangnya alternatif seks.
Misalnya, penggunaan sex toys yang bisa membuat orang-orang masturbasi dan merasa terpenuhi tanpa harus melakukan hubungan seksual.
Di samping itu, penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa semakin banyak remaja atau generasi muda yang belum menikah memutuskan untuk tidak terlibat dalam aktivitas seksual apa pun.
Ini bisa jadi karena kemudahan akses ke konten seksual online, serta pandangan yang berkembang tentang seksualitas dan gender di antara orang-orang muda (misalnya seseorang yang diidentifikasi sebagai aseksual).
Malik pun mencatat bahwa ada juga kesadaran yang lebih tajam akhir-akhir ini tentang konsekuensi seks seperti kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit menular seksual, serta dampak emosional dan psikologis yang dapat ditimbulkannya.
Dan akhirnya, secara praktis, ada masalah ekonomi karena lebih sedikit orang yang mampu membeli tempat tinggal sendiri dan memiliki penghasilan yang cukup.
"Meski orang-orang cenderung mengalami penurunan hubungan seksual, tapi itu tidak menentukan kepuasan mereka dan juga belum terlihat apakah itu dapat menurunkan tingkat kelahiran," imbuhnya.
Baca Juga: Benarkah Menelan Sperma saat Hubungan Intim Bikin Wanita Awet Muda?
Source | : | Kompas.com,Tribunhealth.com |
Penulis | : | Luvy Octaviani |
Editor | : | Luvy Octaviani |
Komentar