Pengganti Amangkurat I, yakni Amangkurat II (1677-1703), membangun keraton baru di Kartasura, yang saat ini masuk wilayah administratif Kabupaten Sukoharjo.
Abad ke-18 menandai terjadinya gejolak terbesar dalam sejarah Kerajaan Mataram Islam.
Pada periode ini, peperangan akibat perebutan kekuasaan di antara keluarga kerajaan kerap terjadi, yang juga membuat ibu kota kerajaan kembali dipindahkan.
Pada masa pemerintahan Pakubuwono II (1726-1744), terjadi peristiwa Geger Pecinan yang mengangkat Mas Garendi secara sepihak, sebagai sultan Mataram bergelar Amangkurat V.
Serbuan Amangkurat V ke Kartasura dapat dipadamkan Pakubuwono II dengan bantuan Belanda, tetapi membuat keraton rusak.
Setelah melalui pertimbangan dan pencarian lokasi, Pakubuwono II memindahkan istananya ke Desa Sala.
Istana baru yang kemudian dikenal sebagai Keraton Surakarta ini dibangun pada 1744 dan mulai ditempati pada 1746.
Sejak 1746 hingga runtuhnya Kerajaan Mataram Islam pada 1755, ibu kotanya berada di Kota Surakarta.
Keraton Surakarta, setelah pembagian Kesultanan Mataram menjadi dua pada 1755, digunakan sebagai pusat pemerintahan Kasunanan Surakarta.
Keraton Surakarta, sebagai ibu kota terakhir Mataram, masih berdiri hingga kini dan menjadi salah satu destinasi wisata sejarah utama bagi wisatawan yang berkunjung ke Surakarta atau Solo, Jawa Tengah.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Letak Kerajaan Mataram Islam"
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Veronica S |
Editor | : | Veronica S |
Komentar