Jika seseorang mengalami duck syndrome, kemungkinan besar ia akan takut bahwa orang lain akan mengetahui bahwa kehidupannya tidak sempurna.
Dan mungkin ia merasa sulit dipahami atau berhubungan dengan orang lain.
Dilansir dari Kompas.com, Margaretha Rehulina, seorang pakar psikologi dari Universitas Airlangga (Unair), menjelaskan mengenai kondisi tersebut.
Istilah duck syndrome pertama kali muncul di Universitas Stanford, sebuah institusi pendidikan terkenal di dunia yang dikenal karena mayoritas mahasiswanya merupakan mahasiswa pilihan.
Pada tahun pertama, mahasiswa Stanford cenderung menunjukkan perilaku seperti bebek (duck), di mana mereka terlihat tenang di permukaan air, namun di bawah air, kaki mereka bergerak dengan cepat.
Meskipun duck syndrome tidak diakui sebagai diagnosis resmi dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental, tanda dan gejalanya dapat bervariasi, tetapi ada beberapa kesamaan pada mereka yang mengalami sindrom bebek.
Tanda dan gejala sindrom bebek melibatkan:
Penting untuk dicatat bahwa sindrom bebek ini dapat memicu kondisi kesehatan mental yang mendasarinya, seperti depresi, kecemasan, atau gejala kesehatan mental lainnya.
Itulah penjelasan mengenai istilah psikologi yang sedang populer, duck syndrome, yang menjadi pembicaraan banyak orang saat ini.
(*)
Source | : | Kompas.com,TribunSorong.com |
Penulis | : | Helna Estalansa |
Editor | : | Helna Estalansa |
Komentar