GridPop.ID - Tak terasa umat muslim akan menyambut datangnya Hari Raya Idul Fitri 1445 H.
Nah, menjelang Idul Fitri, biasanya masyarakat Indonesia akan melaksanakan mudik.
Ya, mendekati libur lebaran, mudik menjadi tradisi yang biasanya dilakukan oleh masyarakat kita.
Seperti diketahui, merayakan Hari Raya Idul Fitri pastinya akan terasa lebih spesial dan menyenangkan ketika dilakukan bersama keluarga ya.
Melansir dari Tribun-Medan.com, saat Hari Raya Idul Fitri tiba, jutaan orang Indonesia akan melakukan perjalanan jauh kembali ke kampung halaman mereka.
Namun, bepergian jarak jauh bisa sangat melelahkan dan menguras tenaga, terutama saat mudik lebaran di mana umat Muslim menjalankan puasa.
Karena itulah, muncul pertanyaan, apakah diperbolehkan untuk tidak berpuasa saat dalam perjalanan mudik?
Dikutip dari buyayahya.org, Buya Yahya menjelaskan bahwa dalam situasi tertentu, seseorang yang sedang bepergian diizinkan untuk tidak berpuasa.
Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk hal ini:
a. Jarak dari tempat tinggal ke tempat tujuan perjalanan harus lebih dari 84 km.
b. Pada waktu subuh (saat fajar) saat seseorang ingin tidak berpuasa, dia harus sudah dalam perjalanan dan keluar dari wilayah tempat tinggalnya, minimal mencapai batas kecamatan.
Buya memberikan contoh untuk menjelaskan hal ini, misalnya seseorang tinggal di Cirebon dan ingin pergi ke Semarang.
Jarak antara Cirebon dan Semarang adalah 200 km (lebih dari 84 km).
Orang tersebut memulai perjalanannya dari Cirebon jam 2 pagi (sabtu dini hari).
Waktu subuh hari itu adalah jam 4 pagi.
Pada saat subuh jam 4 pagi, orang tersebut sudah berada di luar wilayah Cirebon dan telah memasuki Brebes.
Maka, pada pagi hari Sabtu itu, dia sudah diperbolehkan untuk tidak berpuasa.
Namun, jika dia berangkat ke Semarang setelah waktu subuh (pagi Sabtu setelah waktu subuh masih di Cirebon), maka dia tidak boleh meninggalkan puasa pada pagi itu karena sudah masuk waktu subuh dan masih berada di rumah.
Namun, dia boleh meninggalkan puasa pada hari Ahadnya, karena saat subuh hari Ahad, dia sudah berada di luar wilayahnya, lanjut Buya.
Lebih lanjut, Buya menjelaskan bahwa ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan bagi orang yang sedang bepergian.
Menurutnya, seseorang akan dianggap sebagai mukim (tidak lagi sebagai musafir) jika dia berniat tinggal di suatu tempat lebih dari 4 hari.
Misalnya, seseorang pergi ke Semarang dan saat berada di Tegal dia sudah boleh berbuka, dan setelah sampai di Semarang juga tetap boleh berbuka asalkan dia tidak berniat tinggal di Semarang lebih dari 4 hari.
"Misal orang yang pergi ke Semarang tersebut (dalam contoh) saat di Tegal ia sudah boleh berbuka dan setelah sampai di Semarang juga tetap boleh berbuka asalkan ia tidak bermaksud tinggal di Semarang lebih dari 4 hari," kata Buya.
Buya Yahya menegaskan bahwa untuk dianggap sebagai mukim, tidak perlu menunggu selama 4 hari seperti yang salah dipahami oleh beberapa orang, melainkan cukup saat dia tiba di tempat tujuan yang dia niatkan akan tinggal lebih dari 4 hari, dia sudah dianggap sebagai mukim.
"Untuk dihukumi mukim tidak harus menunggu 4 hari seperti kesalahpahaman yang terjadi pada sebagian orang, akan tetapi kapan ia sampai tempat tujuan yang ia niat akan tinggal lebih dari 4 hari ia sudah disebut mukim,"
"Siapapun yang berada di perjalanan panjang (tujuannya tidak kurang dari 84 Km), maka saat di perjalanan ia boleh berbuka puasa dan boleh menjamak dan mengqashar shalat," tambah Buya.
Baca Juga: 3 Lagu Lebaran 2024 yang Viral di TikTok, Cocok Buat Konten di Hari Raya
(*)
Source | : | Tribun-Medan.com |
Penulis | : | Helna Estalansa |
Editor | : | Helna Estalansa |
Komentar