GridPop.id - Aksi 22 Mei 2019 disebut-sebut ditunggangi pihak lain yang ingin membuat kekacauan.
Pihak tersebut bahkan menargetkan sejumlah orang yang akan dijadikan korban.
Institusi Polri dan TNI menggelar jumpa pers bersama terkait adanya rencana pembunuhan bayaran dalam aksi 22 Mei, di Mabes Polri, Senin (27/5/2019).
Dari Mabes Polri diwakili Kadiv Humas Polri Irjen Pol M Iqbal.
Baca Juga: Tampil Santai Saat Dijemput Irwan Mussry Pakai Jet Pribadi, Harga Kaus Maia Estianty Jadi Sorotan!
Sedangkan dari Mabes TNI diwakili Wakil Kepala Pusat Penerangan TNI, Laksamana TNI Tunggul Suropati.
Iqbal mengungkapkan, ada pembunuhan bayaran yang merencanakan aksi saat demonstrasi 22 Mei 2019
Target pembunuhan itu pun sudah jelas, yakni sejumlah bos lembaga survei dan empat orang tokoh nasional.
Menurut Iqbal, pembunuh bayaran tersebut telah menerima uang senilai Rp 150 juta untuk melakukan eksekusi.
Setidaknya ada satu pimpinan lembaga survei Pilpres 2019 yang sudah dibuntuti oleh pembunuh bayaran tersebut.
Beruntung, pembunuh bayaran itu ditangkap polisi beserta sejumlah barang bukti seperti senjata api laras panjang dan laras pendek beserta peluru dan rompi antipeluru.
"Jadi, salah satu tersangka sudah beberapa kali mengintai rumah pimpinan lembaga survei itu, akan dibunuh," ujar Iqbal didampingi Wakil Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana TNI Tunggul Suropati, di Mabes Polri, Senin (27/5/2019).
Menurut Iqbal, selain pimpinan lembaga survei itu, para tersangka yang sudah ditangkap tersebut juga akan membunuh empat tokoh nasional.
"Semula ada dua tokoh nasional yang akan dibunuh. Target sudah diberikan oleh pihak yang memesan tersebut," ujarnya.
“Setelah itu, muncul dua target tokoh nasional lagi yang akan dibunuh,” imbuhnya.
Tetapi, Iqbal tidak mau merinci lebih detail siapa keempat tokoh nasional yang menjadi target pembunuhan tersebut.
"Itu bukan kapasitas saya. Jadi, siapa tokoh itu tidak akan saya sebutkan," ujar Iqbal.
Ketika ditanya lebih jelas, apakah target tersebut Presiden Joko Widodo atau Jokowi, M Iqbal menepisnya. "Bukan Presiden targetnya," ujarnya.
Iqbal menambahkan, para pelaku tersebut telah menerima uang Rp 150 juta untuk pembelian senjata laras panjang dan senjata laras pendek.
Senjata itu dipesan dari Cipacing, Jawa Barat.
"Meski ini senjata rakitan, tetapi sangat mematikan," ujar Iqbal.
Sebelumnya, aparat kepolisian mengamankan tiga orang yang diduga mencoba memperkeruh suasana aksi demontrasi 22 Mei 2019. Ketiganya merupakan aktor yang coba memicu kerusuhan dengan penggunaan senjata api laras panjang.
Tiga orang yang diamankan adalah Asumardi yang bertugas mencari senjata, Helmy Kurniawan sebagai penjual senjata, dan Irwansyah sebagai eksekutor.
"Sebagai kelanjutan dari penangkapan senjata laras panjang yang pernah saya sampaikan, saat ini (Rabu) juga telah ditangkap tiga orang sebagai aktornya," ujar Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di kantornya, Rabu (22/5/2019).
Selain mengamankan tiga aktor tersebut, aparat juga menyita barang bukti dua senjata laras panjang dan amunisinya.
Moeldoko mengatakan, motif penyelundupan senjata ini terindikasi untuk menciptakan isu adanya penembak jitu (sniper).
Mantan Panglima TNI itu menyebut sasaran eksekusi adalah pejabat. Para pelaku telah merencanakan upaya eksekusi dengan menggunakan senjata api laras panjang.
"Eksekutor kepada siapa? Saya kira semua sudah tahu, pada pejabat yang sudah disiapkan sebagai sasaran," ungkapnya.
Menurut dia, sejak jauh-jauh hari pemerintah sudah melihat ada upaya sistematis untuk membawa suasana Pemilu 2019 ini menjadi tidak baik.
"Apa yang saya sampaikan sejak awal, telah terbukti bahwa ada sebuah upaya sistematis dari kelompok tertentu di luar kelompok teroris, dompleng pada situasi ini," tambah Moeldoko.
Dikonfirmasi apakah tiga orang yang ditangkap ini bagian dari mantan Danjen Kopassus Mayor Jenderal Purnawirawan Soenarko, Moeldoko menjawab ini berbeda kasus. Ia menyebut dalam waktu dekat bakal ada aktor lainnya yang terungkap.
"Ini berbeda (dengan Mayjen S), ada lagi yang di belakangnya. Sebentar lagi akan terungkap. Siapa di belakang dua pucuk senjata sudah diketahui, tinggal tunggu waktu saja," paparnya.
Adapun mantan Danjen Kopassus Mayor Jenderal Purnawirawan Soenarko saat ini telah ditahan terkait dugaan upaya penyelundupan senjata. Upaya penyelundupan senjata ini berhasil diendus intelijen.
Atas aksi ini, ada dua orang yang ditangkap yakni Mayjen Purnawirawan Soenarko dan oknum TNI, Praka BP.
Sementara itu, anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Adian Napitupulu, melaporkan ancaman penculikan dan pembunuhan ke Bareskrim Polri, Rabu (22/5/2019). Ancaman itu diterima Adian lewat pesan singkat dan media sosial.
Mantan aktivis 1998 tersebut mengaku diancam akan diculik hingga akan dibunuh. Menurut Adian, ancaman itu bukan cuma ditujukan kepada dirinya.
Pejabat lain yang juga disasar ancaman culik dan bunuh adalah Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Menko Kemaritiman Jenderal (Purn) Luhut Panjaitan, dan Menkopolhukam Jenderal (Purn) Wiranto.
"Ancaman-ancaman penculikan, pembunuhan. Yang diancam tidak cuma saya, ada Pak Tito, Pak Luhut, Pak Wiranto. Jadi satu anggota DPR, dua menteri, Kapolri yang diancam," ujar Adian di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (22/5/2019).
Ia menjelaskan bahwa ancaman itu diterima melalui beragam media sosial seperti di WhatsApp dan Facebook. Ada pula ancaman melalui SMS. Jumlah pesan ancaman yang diterimanya meningkat selama tiga hari belakangan.
Adian menduga ancaman tersebut ia terima lantaran sangat vokal menyatakan dukungan kepada Presiden Joko Widodo. "Nomor-nomor telepon pengirim dan akun-akun pengirim ancaman sudah saya laporkan semua. Terbaru tadi (Rabu) pagi baru terima ancaman lagi," ucapnya.
Ia pun menyayangkan lantaran pandangan berbeda membuatnya menerima ancaman. "Kalau kita punya pandangan berbeda tentang banyak hal, ya bicarakan secara ilmiah. Jangan mengancam," imbuh Adian.
Dalam laporannya ke Bareskrim, Adian menyerahkan barang bukti berupa tangkapan layar berisi kata-kata ancaman, nomor ponsel, serta akun pengancam. Ia melaporkan tiga nomor ponsel dan satu akun Facebook dalam laporan ini.