Find Us On Social Media :

Pahitnya Hidup Perempuan Singkawang Ini: Dijual ke China untuk Dikawinkan, Lalu Ditelanjangi dan Dianiaya Hingga Kabur Dari Rumah Suaminya

By None, Rabu, 26 Juni 2019 | 14:55 WIB

Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Bobby Anwar Maarif (kanan) bersama Ketua DPC SBMI Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar) Mahadir (kiri), Pengacara Publik LBH Jakarta Oki Wiratama (kedua kanan) dan korban kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Monica (kedua kiri) (Foto: Nova Wahyudi)

Baru beberapa hari menetap di rumah mertua, Mon disuruh bekerja merangkai bunga dari pukul tujuh pagi sampai jam tujuh malam.

"Itu upah kerja saya, tidak dikasih barang Rp 100 perak pun," ujarnya.

Mon mengaku tak bisa menolak perintah mertuanya.

Kalau membangkang, dia akan dipukul oleh suaminya dan tak diberi makan berhari-hari.

"Kalau saya melawan, tidak dikasih makan dua hari. Makanan saya diumpetin sama mertua. Saya dipukuli suami sampai biru-biru, ditinju pakai tangan," ungkapnya.

Belakangan pula, Mon baru tahu, pekerjaan suaminya adalah kuli bangunan.

Pernah suatu kali, lanjut dia, saat menolak permintaan berhubungan seks karena sedang menstruasi, dia ditelanjangi.

"Saat itu saya sedang menstruasi, saya tidak mau melayani suami saya. Tapi saya dimarahi mertua dan disuruh telanjang untuk buktikan sedang haid," lanjutnya kemudian.

Karena tak betah, Mon berusaha mengontak si "mak comblang" agar dipulangkan, tetapi hasilnya nihil.

"Tidak bisa dihubungi," ujarnya.

Baca Juga: Bikin Air Mata Meleleh, Begini Momen Haru Ibu dan Anak di Sumatera Selatan Kembali Bertemu Usai 30 Tahun Terpisah

Sejak dikenalkan dengan Hao Tengfei dan dua bulan tinggal di China, Mon tak memberi tahu orangtuanya di kampung karena dilarang oleh si "mak comblang".

Barulah pada Oktober 2018, dia berani mengontak ayah-ibunya.

Tak tahan hidup di China dan mendapat kabar bapaknya meninggal, Mon ingin kabur. Niat itu baru terlaksana pada awal Juni lalu.

Dia melarikan diri dari rumah mertuanya dengan menaiki bus.

"Saya stop bus yang lewat. Turun di terminal bus Wuji. Terus saya stop taksi minta diantar ke kantor polisi setempat. Saat itu saya tidak bawa paspor," tuturnya.

"Saya sampai di kantor polisi di Provinsi Hebei. Tapi saya malah ditahan dan ditanya ngapain di sini. Saya bilang, saya menikah tapi tidak bawa paspor. Saya bilang tolong hubungi KBRI," lanjutnya.

Saat seorang staf KBRI menyambanginya di kantor polisi, Mon menceritakan semua kisahnya, termasuk menjadi korban kekerasan fisik.

Polisi setempat pun tahu alasannya kabur.

"Polisi lalu panggil suami saya dan disuruh balikin paspor saya. Tapi saya malah dibawa ipar saya ke sebuah apartemen di Wuhan," katanya.

Singkat cerita, Mon lagi-lagi kabur dari apartemen itu. Dia lalu menghubungi anggota Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Mahadir.

Di sana, dia dibantu mengurus kepulangan ke Indonesia.

"Saya baru tiba di Indonesia kemarin siang," katanya.